Friday, May 20, 2011

Petani Produksi Holtikultura Kalah Melawan Harga Obral Buah Impor

BANDUNG, (BB) – Perdagangan bebas yang dijalin Indonesia dengan Cina telah menohok perekonomian rakyat . Khususnya oleh para petani produksi holtikultura. Para petani buah-buahan tidak mampu bersaing melawan harga “obral” produk holtikultura asal Cina. Buah jeruk dan apel asal negara tirai bambu tersebut, kini membanjiri pasar di Kota Bandung . Pada tingkat bandar di Pasar Induk Caringin dan Gedebage dijual seharga Rp 7000 – Rp 9.000/kilogram.
Membanjirnya buah-buhan asal Cina , seperti jeruk yang dijual dibawah harga jeruk lokal berdampak kepada tata niaga produksi holtikultura yang menyeret ke arah keterpurukan usaha petani karena tidak mampu bersaing melawan harga jual yang lebih rendah dari buah-buahan impor .
Sisi lain mata rantai perdagangan pada tingkat bandar ( pasar induk) sampai pada tingkat pengecer diakui mereka , membeli produk holtikultura asal Cina yang dibeli murah, telah memberinya keuntungan karena adanya kecenderungan konsumen yang lebih memilih jenis komoditas dengan harga murah.
“Saya sebagai pedagang, ya ..tentu mencari untung degan membeli dagangan yang lebih murah, tapi kualitasnya tidak jauh berbeda. Saya membeli jeruk asal Cina dari daerah Tanjung Priok, Sunter dan Ancol Jakarta setiap harinya rata-rata 6 ton,”tutur Ade (43 ) pedagang buah-buahan di Pasar Induk Gedebage Bandung.
Jeruk atau apel impor asal Cina dijual dalam dus dalam berbagai ukuran yang menentukan harga dan isi/jumlah buah-buahan di dalamnya.
Menurut Ade, ukuran dus double S, berisi 100 buah jeruk dijual seharga Rp 70.000, ukuran S seharga Rp 75.000 berisi sekitar 80 buah, kemudian ukuran M seharga Rp 80.000 berisi sekitar 72 buah. Harga tersebut tergantung pada besar/kecilnya buah-buahan didalam dus. Satu dus rata-rata seberat kurang lebih 9 kilogram.
Harga apel asal Cina Rp 180.000/18 kilogram, setiap harinya PD “ZR” yang dikelola Ade membeli dari Jakarta sekitar 5 ton. Sementara buah lengkeng asal Thailand pada tingkat pedagang buah-buahan di pasar induk seharga Rp 70.000/10 kg (satu rigen).
Buah-buahan asal Cina ini, membanjiri pasar-pasar di Kota Bandung sejak awal tahun 2011. Pada tingkat pedagang kaki lima (PKL) dan pengecer yang menjual dagangannya menggunakan roda dorong, jeruk yang dibeli per-dus dari pedagang besar (Bandar) di Pasar Induk, dijual rata-rata Rp 1000/buah. Mereka mengemas jeruk dalam satu bungkusan plastik berisi lima buah.
Menurut Ade, untuk jeruk harus habis terjual antara 2 – 3 hari, beda dengan apel waktu terjual bisa 2- 4 hari.
Sementara itu menurut Jajang, pedagang buah-buahan di Pasar Induk Caringin, jenis buah jeruk lokal asal Medan, untuk jenis super saat ini harganya mencapai Rp 14.500 – Rp 15.000/kg. Kemudian untuk jenis AB seharga Rp 12.500/kg, jenis C Rp 9.500/kg dan untuk jenis D Rp 7.500/kg. Harga tersebut membedakan besar/kecilnya buah.
Harga buah-buahan lokal yang dijual di Pasar Induk Caringin, semangka Rp 2.700/kg, melon Rp 4.200/kg, jeruk Rp 15.000/kg, papaya Rp 2.800/kg, pisang Rp 3000/kg, salak
Rp 3000/kg, nanas Rp 2000/kg.
Sementara itu keterangan yang dihimpun BB dari Seksi Tanaman Buah dan Hias Dinas Tanaman Pangan Jabar , membanjirnya buah-buahan khususnya jeruk dan apel asal Cina memang sulit dibendung . Jawa Barat tidak memiliki sentra tanaman jeruk, sejak pertumbuhan jeruk Garut punah puluhan tahun lalu.
Jawa Barat, kini tengah mengembangkan dan meningkatkan produktifitas buah mangga sebagai tanaman holtikultura unggulan.” Tanaman ini dikembangkan untuk meningkatkan produktifitasnya, terutama di daerah yang selama ini dikenal sebagai sentra buah mangga. Seperti Indramayu, Cirebon, Majalengka, Sumedang dan Kuningan,” tutur Kasi Tanaman Buah dan Hias Disperta Jabar Ir.Suwito Hadi.MP .
(B-003) ***

No comments:

Post a Comment