Monday, May 9, 2011

Perburuhan, Buah Si Malakalma

PULUHAN ribu buruh dari Botabek, berhimpun di tiga titik utama di Jakarta. Di depan Gedung DPR/MPR, Gedung Kementerian Nakertrans, dan Istana Negara. Begitu pula buruh di semua daerah di seluruh Indonesia melakukan hal yang sama. Merayakan Hari Buruh Internasional atau May Day. Mereka berunjukrasa, meminta pemerintah menghapuskan sistem outsourcing (alih daya), melaksanakan UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial (SJS), serta mengesahkan RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Tuntutan buruh Indonesia yang disampaikan melalui unjuk rasa hari Minggu itu memang sangat sederhana dan normatif. Ada demo di beberapa daerah yang tuntutannya agak meluas. Misalnya para guru honorer yang menuntut peningkartan status dari honorer menjadi PNS. Ada pula yang meminta pemerintah menekan pengusaha agar tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Tentang SJS dan BPJS, domeinnya masih pada tataran legislatif. RUU itu sedang diselesaikan.. Menurut UU itu, jaminan sosial harus diberikan kepada seluruh rakyat Indonesia. Rakyat berhak mendapat perlindungan secara sosial dan finansial, selama mereka masih hidup. Masalahnya, apakah pemerintah mampu memberikan perlindungan kepada rakyat yang jumlahnya makin lama makin besar?
Sebetulnya hal itu sudah diterakan pada UUD 45. Namun sejak UUD itu diberlakukan sampai hari ini, pemerintah belum mampu menanggung kehidupan rakyatnya yang miskin. Artinya pemerintah atau bangsa dan negara ini belum melaksanakan UUD-nya secara konsekuen. Bahwa anak telantar dan orang miskin menjadi tanggungan negara. Pada kenyataannya mereka yang terpaksa menjadi “kembang” lampu merah dan penghuni rumah kumuh, terus berkembang.
Berkaitan dengan tuntutan kaum buruh itu, Presiden SBY berjanji akan terus berjuang, semua perusahaan tidak mudah melakukan PHK. Penegasan Presiden itu disampaikan di Cileungsi Bogor pada saat bersamaan dengan pelaksanaan demo buruh. Permintaan Presiden itu sungguh populis. Di mata buruh, Presiden mendapat point sangat tinggi. Namun pasti Presiden juga maphum, dari kacamata pengusaha, hal itu merupakan sesuatu yang sangat dilematis.
Dalam situsi berusaha yang kurang menguntungkan, tindakan PHK amat sulit dihindarkan. Pengusaha merasakan, suasana kurang kondusif, ada ancaman keamanan, teror bom, dan ketidakberdayaan pemerintah menghadapi serbuan produk China. Mereka sudah mengambil ancang-ancang, melakukan relokasi, menurunkan kapasitas produksinya, dan melakukan rasionalisasi. Dalam situasi seperti itu, PHK merupakan cara yang paling efektif. Mereka tidak mungkin meneruskan usahanya sambil mempertahankan jumlah buruh padahal kebangkrutan sudah di ambang mata.
Bagi buruh, PHK merupakan martil yang sewaktu-waktu bisa menghantam kepalanya. Dunia seolah-olah runtuh bagi buruh yang terkena PHK. Rencana kehidupannya yang dirancangnya sejak awal, tiba-tiban berantakan. Ia menjadi penganggur yang samasekali tidak punya penghasilan, apalagi masa depan. Karena itu PHK merupakan vonis mati yang sungguh amat menakutkan kaum buruh.
Satu-satunya harapan bagi semua kaum buruh yang rentan PHK hanyalah jaminan sosial. Apabila pemerintah mampu melaksanakan UU tentang sistem jaminan sosial, PHK bukan lagi vonis mati. Mereka masih bisa bergantung pada jaminan sosial yang diberikan pemerintah.
Memang ada semacam kecemasan pemerintah, apabila jaminan sosial bagi semua rakyat itu diberlakukan, dikhawatirkan banyak rakyat yang justru menjadi malas. Mereka merasa tidak usah bekerja karena menjadi penganggur juga mendapat jaminan hidup.Tampaknya pemerintah dan rakyat harus belajar dari pengalaman orang luar. Jaminan sosial itu sudah puluhan bahkan seratus tahun lebih, diberlakukan di beberapa negara. Penganggur mendapat jaminan hidup dari pemerintah. Namun orang yang menerima jaminan itu selalu brusaha mendapat pekerjaan karena ia merasa malu terus menerus mendapat jaminan dari pemerintah.
Apakah bangsa kita masih memiliki budaya malu? Pertanyaan beikutnya, bisakah pemerintah berlaku jujur? Di Inggris, misalnya, begitu ada orang terpaksa jobless, dalam waktu satu dua hari, ia menerima kartu jaminan yang dapat diuangkan di mana saja. Kartu itu juga berlaku bagi pengobatan di rumah sakit, transportasi umum, dan pemakaman. ***

No comments:

Post a Comment