Monday, May 9, 2011

Dinas Tenaga Kerja Harus Berani Menindak Pengusaha Pelaku Kejahatan Ketenagakerjaan

BANDUNG, (BB) – Dinas Tenaga Kerja tidak memiliki keberanian untuk menyeret pengusaha yang melakukan kejahatan ketenagakerjaan melalui proses hukum. Sejauh ini berbagai sengketa buruh dengan majikan hanya diselesaikan melalui mediasi. Dalam akhir proses , pihak buruh selalu pada pihak yang kalah.
Wakil Ketua DPC SPN (Serikat Pekerja Nasional) Kota Bandung, Sukirno mengemukakan hal itu menjawab pertanyaan BB, kemarin di ruang kerjanya terkait beberapa tuntutan kaum buruh yang dilontarkan pada peringatan Hari Buruh, 1 Mei baru lalu.
Selain itu menurut Sukirno, pihak Depnaker sama sekali tidak melakukan pengawasan terhadap berbagai masalah yang menyangkut buruh di perusahaan dengan alasan pihak instansi terkait tersebut kekurangan tenaga (PNS) pengawas. Seharusnya pihak Dinas Tenaga Kerja bisa membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) perusahaan yang jelas-jelas melakukan pelanggaran normatif terhadap peraturan perundang-undangan untuk diproses secara hukum. Di antaranya menempatkan tenaga kontrak atau outsourching pada bagian produksi . Penggunaan tenaga kontrak terbatas hanya untuk tenaga Satpam, katering dan cleaning service.
Dikatakan Sukirno, penggunaan tenaga kontrak merupakan akal bulus pengusaha agar bisa membayar upah lebih murah dan tidak didaftarkan untuk menjadi klien Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja). Perilaku pengusaha serupa ini, jelas menjadi ancaman bagi buruh tetap. Tenaga kerja tetap, melalui berbagai upaya sistematis diganggu agar tidak betah dan kemudian mengundurkan diri.
Setiap pekerja oleh perusahaan tempatnya bekerja wajib didaftarkan untuk menjadi anggota atau klien Jamsostek dengan iuran tetap sebesar 2% per-bulan dipotong dari upah, ditambah 3,7% dari perusahaan. Hingga total polis yang harus dibayarkan ke Jamsostek mencapai 5,7 % .
Namun pada kenyataannya menurut Sukirno, masih banyak hal yang kurang terpuji dilakukan oleh perusahaan. Mulai dari tidak menyetorkan iuran Jamsostek, mendaftarkan jumlah karyawan yang tidak sesuai dengan jumlah sebenarnya atau tidak sesuai dengan upah yang diterima pekerja. Peraturan mengenai kewajiban perusahaan untuk mendaftarkan karyawannya untuk menjadi anggota Jamsostek sudah diundangkan sejak tahun 1992. Namun sejauh ini masih banyak pekerja yang belum menjadi klien Jamsostek karena tidak didaftarkan oleh perusahaan tempatnya bekerja. Hingga jika terjadi sesuatu hal , misalnya terjadi kecelakaan dilingkungan pekerjaan, pihak pekerja tidak akan mendapat santunan.
Sukirno mencontohkan, sebuah kejadian ketika seorang pekerja wanita yang mengalami keguguran kandungannya saat bekerja, tidak mendapat biaya perawatan apapun dari perusahaan.
“Itulah sebabnya, pada peringatan hari buruh, 2 Mei 2011 lalu, kami pihak pekerja menyuarakan keras menolak tenaga kontrak dan outsourching. Karena dinilai sangat merugikan kaum buruh. Dan hal itu kami sampaikan kepada DPRD Kota Bandung dalam pertemuan pada hari Selasa lalu , tutur Sukirno. Pertemuan yang dihadiri unsur pengurus tiga organisasi pekerja, yakni SPN, SPSI serta SPSI 1992, diharapkan agar pihak DPRD bisa mendorong lahirnya Perda tentang pelaksanaan peraturan normatif yang harus dipatuhi pengusaha.
Selain menyuarakan penolakan penggunaan tenaga kontrak, pihak organisasi buruh menyampaikan sikap dan tuntutan, antara lain agar UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) direvisi karena memperbolehkan hak normatif diperselisihkan . Organisasi buruh, juga menyuarakan sikap dan tuntutan agar pemerintah segera melakukan tindakan konkrit terhadap mafia hukum Hubungan Industrial di Mahkamah Agung untuk melindungi hak-hak buruh .
“Beberapa kasus sengketa antara buruh dan majikan pada tingkat banding di MA, buruh dikalahkan. Kita tidak berburuh sangka, tapi pada kenyataannya pihak buruh selalu pada pihak yang kalah, ungkap Sukirno di Sekretariat DPC SPN Kota Bandung, Jl.Taruna 2 Bandung. (B-003) ***

No comments:

Post a Comment