Friday, January 6, 2012

Pertumbuhan Ekonomi Jabar tak Mampu Menekan Jumlah Penduduk Miskin

BANDUNG,(BB) – Indikator ekonomi Jawa Barat yang terus membaik pada tahun 2011 yang mendorong optimisme para pelaku usaha pada tahun 2011 dan 2012 , belum mampu menekan bertambahnya jumlah penduduk miskin di Jawa Barat.
Keterangan yang dihimpun BB, Kamis (5/1) mengungkapkan, kinerja sektor unggulan yang tumbuh dan pertumbuhan investasi serta perdagangan (ekspor dan impor) tahun 2011, diikuti tren turunnya laju inflasi dan suku bunga pertumbuhan ekonomi Jabar tahun 2011 mencapai 6,45% , sementara pada tahun 2012 diprediksi antara 6,5% - 7%.
Sementara itu Kepala BPS Jabar, Lukman Ismail mengatakan, jumlah penduduk miskin (dibawah garis kemiskinan) di Jawa Barat sampai dengan bulan September 2011 mencapai 4.650.810 orang . Jumlah tersebut meningkat sekitar 2.180 orang dalam kurun waktu enam bulan .
Menurut Lukman Ismail, jumlah penduduk miskin sebesar itu sebanyak 2.628.350 orang adalah penduduk perkotaan dan sebanyak 2.022.450 orang lainnya penduduk pedesaan. Peranan komoditi makanan terhadap naiknya jumlah warga miskin sangat dominan dibanding peranan komoditi non makanan (perumahan,sandang, pendidikan dan kesehatan) .
“Catatan BPS sampai bulan September 2011, sumbangan garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan mencapai 70,18% untuk daerah perkotaan dan 75,83 % di daerah pedesaan. Total peran komoditi makanan terhadap garis kemiskinan mencapai 72,83%,” tutur Lukman Ismail kepada wartawan pada pertemuan rutin bulanan di kantor BPS Jabar ,Jl.PHH.Mustopa Bandung, awal pekan ini.
Jika melihat persentase penduduk miskin yang tinggal di pedesaan pada bulan September 2011 terhadap penduduk miskin Jabar , sebesar 43,49%, turun dibandingkan pada bulan Maret (56,51%). Sedangkan warga miskin di perkotaan pada bulan yang sama adalah 56,51% , turun dari sebelumnya (Maret) yang mencapai 57,11%.
Lukman Ismail meyakini, tingginya jumlah penduduk miskin di Jawa Barat tidak lepas dari membanjirnya atau masuknya warga masyarakat dari luar Jawa Barat. Saya yakin 90% , jumlah penduduk miskin bertambah karena tingginya urbanisasi . Beberapa wilayah kota/kabupaten di Jabar memiliki daya tarik warga dari luar Jabar untuk mencari nafkah.
Dikatakan Lukman , penghitungan besar kecilnya jumlah penduduk miskin dipengaruhi oleh garis kemiskinan. Batasan penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per-kapita per-bulan dibawah garis kemiskinan, yakni Rp 220.089/kapita/bulan. Dari bulan Maret – September 2011, garis kemiskinan naik sebesar 2,73% , dari Rp 220.089 menjadi 226.097. Garis kemiskinan di pekotaan naik dari Rp 228.401 menjadi Rp 234.662 (naik 2,72%). Di pedesaan , dari Rp 204.199 menjadi Rp 209.777 (naik 2,73%).
Peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan sangat dominan dibanding peranan komoditi non makanan , menurut Lukman, menjadi indikasi bahwa pola konsumsi masyarakat pada tingkat ekonomi rendah lebih dominan untuk pengeluaran kebutuhan makanan dibanding non makanan. Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. “ Hal lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan,” ungkap Lukman. Selain harus mampu memperkecil jumlah penduduk miskin dan kebijakan kemiskinan sekaligus harus bisa menekan atau mengurangi tingkat kedalaman (ukuran rata-ratakesenjangan pengeluaran warga miskin terhadap garis kemiskinan) dan keparahan (tinggi ketimpangan pengeluaran diantara warga miskin)dari kemiskinan. (Bisnis Bandung B-003) ***

No comments:

Post a Comment