Friday, August 3, 2012

Mimpi Swasembada Pangan ,Kapan Jadi Kenyataan?

            APABILA tidak sengaja dihapus, Indonesia pernah menorehkan mimpinya menjadi kenyataan. Mimpi itu ialah swasembada beras. Pemerintah berhasil melecut produktivitas padi, sehingga hasil panen melimpah. Produktivitas padi yang cukup tinggi itu mengantar Presiden Soeharto ke PBB untuk menerima piagam penghargaan. Saat itu, stok beras di gudang Bulog padat, rakyat dapat membeli beras dengan harga yang terjangkau.
            Ketika mimpi itu hendak ditingkatkan dari swasembada beras ke swasembada pangan, hambatannya terlalu banyak. Antara lain gejolak politik mulai terasa dengan mengemukanya paham demokrasi yang lebih liberal. Kekuatan pemerintah mulai diuji. Selain itu cuaca sering kali berubah. Kekeringan melanda sebagian besar wilayah Indonesia. Tanaman padi mengalami puso. Gagal panen bukan hanya terjadi pada padi tetapi juga berbagai komoditas termasuk kedelai dan jagung.
            Cadangan beras terkuras. Pemerintah yang sudah menggenggam swasembada beras, terpaksa harus mengimpor lagi beras. Kekurangan itu terus berlanjut. Sampai-sampai pemerintah malakukan barter pesawat terbang buatan Nurtanio dengan beras ketan. Meskipun barter itu biasa dalam dunia perdagangan internasional, tetapi hal itu merupakan pertanda, Indonesia mengalami kekurangan beras., termasuk beras ketan. Mimpi Indonesia menjadi negara yang mampu bersawsembada pangan, tidak pernah menjadi kenyataan.
            Sampai hari ini, mimpi itu masih menjadi milik bangsa Indonesia.Semua rakyat Indonesia gundah bahklan galau ketika mendengar pemerintah mengimpor beras, jagung, kedelai, bahkan garam,  sayur mayur, dam buah-buahan. Agak terasa aneh hal itu bisa terjadi. Konon Indonesia itu sebuah negara yang kaya raya. Semua kebutuhan manusia tersedia  Tinggal kemampuan mengolah, menanam, mengelola, dan memanfaatkannya. Nampaknya, kemampuan itulah yang belum kita miliki secara penuh. SDM pertanian kita semakin menyusut karena pertanian semakin tidak menarik bagi kalangan muda. SDM pertambangan, dan teknologi, justru banyak yang hengkang dan dimanfaatkan orang luar.
            Indonesia pernah dikagumi banyak negara dalam hal pengolahan tanah pertanian. Banyak petani dari berbagai negara di Afrika yang berguru kepada petani Indonesia, apalagi orang Malaysia. Pada dekade lalu, kepiawaian orang Indonesia dalam bertani tersalip orang-orang Afrika dan Malaysia. Kita seolah-olah bangga menjadi negara importir pangan. Negara pengimpor itu menjadi ukuran kemapanannya dalam ekonomi. Devisa tersedia, rakyat tidak harus repot-repot mengolah tanah bercocok tanam. Semuanya tinggal beli. Di luar negeri banyak. Muncullah angka-angka impor komoditas yang mencengangkan. Kita mengimpor 100 persen terigu, 76 persen kedelai, susu 72 persen, jagung dan beras 2 – 9 persen.         
            Namun ketergantungan pada impor itu ternyata berakibat fatal ketika arus barang dari luar negeri itu mendapat kendala. Ketika Amerika Serikat menghentikan ekspor kedelainya ke Indonesia dengan alasan pertanian AS rusak akibat kekeringan. Baru kita semua galau. Waktu Thailand dilanda banjir, tanaman padinya rusak berat, mereka tidak bias mengekspor beras, Indonesia bingung. Ketika ada kabar, sapi di Australia terpapar virus, dan membatasi ekspornya, kita kelabakan. Kita semua, termasuk pemerintrah baru mau menengok lagi kepada program swasembada pangan. Kita bertekad memacu produktivitas tanaman kedelai, jagung, dan padi. Sayangnya hal itu dilakukan setelah pedagang ayam mogok, pembuat tahu tempe berenti berproduksi, petani membuang hasdil panennya.
            Yang kita takutkan, sikap bangsa ini yang merasa malu menjadi negara agraris. Ada stigma, pertanian identik dengan primitif. Sebuah negara disebut maju apabila industrinya maju. Olehkarena itu kita juga memilih industri berbasis manufaktur sebagai arah pembangunan. Kita seiolah-olah menafikan pertanian. Padahal negara maju seperti Amerika erikat tidak melupakan pertanian. Buktinya, Amerika merupakan pengekspor utama hasil peternakan, pengekspor kedelai terbesar, pakan ternak berbasis padi-padian juga menjadi produksi andalannya.
            Lupakanlah rasa malu sebagai petani. Bersyukurlah kepada Allah SWT kita menjadi negara agraris. Tidak haram kita bermain dalam komoditas pertanian dan meningkatkan industri yang berbasis agro. ***
           

Diskriminasi Perdagangan Terus Bergulir

           BENAR, Indonesia menang di pengadilan banding di WTO. Dalam kasus larangan masuk bagi ekspor rokok kretek Indonesia ke Amerika Serikat. Meskipun demikian Indonesia dan semua Negara berkembang selalu menjadi korban ketidakseimbangan perdagangan internasional. Paling tidak, barang ekspor Indonesia selalu “dicurigai” dengan pengawasan amat sangat ketat.
            Bukan pertama kali bang ekspor Indonesia mendaoat perlakuan diskriminatif dari beberapa Negara maju seprti Amerika Serikat dan Uni Eropa. Bahkan Jepang, China, dan Brasil pun pernah menuduh barang ekspor Indonesia bermasalah. Alasannya banyak, antara lain, barang yang dibuat tidak ramah lingkungan, dalam proses produksinya menggunakan tenaga kerja anak-anak di bawah umur, tidak sesuai denganm aturan negara tujuan, politik dumping, dan sebagainya.
            Produk sepatu Indonesia hamper ditolak di beberapa Negara dengan alas an dalam proses pembuatannya menggunakan tenaga kerja anak-anak di bawah umur. Mssih soal alas kaki, Departemen Perdagangan Brasil mempersoalkan alas kaki ekspor Indonesia. Disebutkan, produk sepatu yang masuk ke Brasil merupakan produk China melalui Indonesia. Produk kayu Indonesia juga tertolak karena dianggap menggunaka bahan dengan cara merusak  lingkungan.. Ekspor bahan mentah minyak sawit (CPO) asal Indonesia tidak boleh masuk Amerika Serikat dengan alasan juga tidak ramah lingkungan. Rokok kretyek Indonesia tidak bisa masuk Amerika Serikat karena AS membuat aturan yang melarang penjualanm rokok kretek atau rokok yang memiliki rasacengkeh. Larangan itu dimaksudkan agar anak-anak Amerika tidak merokok. Boleh dikatakan semua rokok kretek atau memiliki rasa cengkeh yang beredar di AS berasal dari Indonesia. Mie instant Indonesia pernah ditarik dari peredaranm di China karena dianggap mengandung zat berbahaya.
            Terakhir, perlakukan tidak menyenangkan datang dari Uni Eropah. Produk Indonesia, khususnya bahan kimia, fatty alcohol (lemak alcohol) terkena undang-undang antidumping Eropa. Kasus itu diadukan pemerintah Indonesia ke WTO. Indonesia memintadiadakan konsultasi dengan Uni Eropa. Kasus tersebut masih dalam proses. Apabila dalam waktu 60 hari tidak selesai, kasus itu akan meningkat menjadi sengketa ajudikasi.
            Kemenangan Indonesia dalam sengketa dagang dengan AS dan pengaduannya ke WTO atas kasus dumping di Eropa menandakan, Indonesia punya keberanian. Bagaimanapun yang dihadapi Indonesia semuanya negara raksasa. Dalam dunia perdagangan, semua negara, terutama di dalam konteks pasar bebas, memiliki kesetaraan. Tidak ada istilah negara maju dan negara berkembang. Dalam hal ini Indonesia bias menjadi pionir bagi peningkatan adrenalin negara berkembang lainnya. Namun komitmen para produser dalam berdagang secara jujur harus menjadi jaminan bagio pemerintah dalam mengembangkan ekspor. Kejujuran menjadi sangat penting dalam memelihara kepercayaan konsumen. Menjaga kejujuran sama dengan menjaga kualitas komoditas.
            Kita juga harus tetap waspada, perlakuan dikriminatif terhadap komoditas Indonesia akan terus bergulir. Masalahnya, Indonesia merupakan potensi pasar luar biasa bagi produk internasional. Mereka akan kehilangan pasar apabila komoditas Indonesia dibiarkan berkembang baik secara domestic maupun global.
            Mudah-mudahan saja Indonesia juga punya keberanian menolak atau mempermasalahkan barang impor yang memang bermasalah. Indonesia jangan menelan begitu saja barang impor daeri berbagai negara. Pada kenyataannya, banyak barang impor yang dinilai bisa mengganggu kesehatan, seperti barang mainan anak-anak, cat yang digunakan masuk golongan cat berbahaya. Banyak makanan dan buah-buahan eks impor yang mengandung zat berbahaya seperti formalin, insektisida yang berlebihan.  Belum lagi produk yang bisa merusak moral bangsa dan masa depan anak-anak. Contohnya game animasi superhero yang berisi kekerasan, majalah dan buku porno, dan sebagainya.
Bukan itu saja pemerintah juga harus berani menolak impor dengan tujuan melindungi produk dalam negeri. Impor garam, buah-buahan, sayur mayur, beras, jagung, dan konsumsi rakyat lainnya, sebaiknya diotinjau ulang. Komoditas itu banyak dihasilkan petani kita. Tanpa keberanian menolak atau membatasi impor komoditas tertentu, produk pertanian kita akan terdesak. Produk kita selalu kalah bersaing terutama dalam hal kemasan dan penampilan. ***

Tidak Mampu Berswasembada Indonesia Terancam Rawan Pangan


BANDUNG, (BB) –- Anggota Dewan Pakar Ketahanan Nasiona (Wantanas) Prof Dr Ir  H Eddy Yusup mengatakan , Indonesia terancam rawan pangan karena tidak mampu berswasembada pangan. Sejauh ini untuk mencukupi kebutuhan pangan, masih sangat tergantung pada  impor. Mulai dari beras, daging, susu hingga kedelai , hingga Indonesia mendapat julukan “Negara Importir”  di tengah wacana  swasembada pangan yang sekedar wacana tataran teoritis.
Dikemukakan Eddy Jusuf,  belum lama  Indonesia diguncang gejolak harga daging sapi dan ayam serta harga kacang kedelai. Mahalnya harga komoditas tersebut di pasaran , akibat menyusutnya produksi, ketergantungan pada produk impor serta anomally iklim, sedangkan permintaan pasar terus mengalami lonjakan  cukup signifikan. Presentase tertinggi, penyebabnya adalah ketergantungan pada produk impor. Barang impor menjadi masalah baru bagi daerah penghasil komoditas pangan dan peternakan ditingkat lokal, pasalnya pasokan impor lebih banyak, dan dari segi harga lebih murah ketimbang harga komoditas pangan  hasil peternakan lokal. “Pasokan dalam negeri tidak memenuhi kebutuhan nasional, disokong oleh produk impor yang secara kualitas antara produk impor dan lokal tidak jauh berbeda. Perbedaannya  pada sisi harga yang lebih murah,” ungkap- Eddy , kemarin kepada BB yang menghubunginya.

Berdasar data Kementerian Perdagangan, kenaikan harga kedelai dunia sangat mempengaruhi harga kedelai dalam negeri, karena 70% kebutuhan kedelai dalam negeri dipenuhi kedelai impor. Kendati terdapat kecenderungan peningkatan rata-rata produksi kedelai pada lima tahun terakhir sebesar 4.38%, produktivitas 1.04% dan luas lahan tanam kedelai 3.1%, namun  belum dapat mengalahkan  produktivitas pada awal 1990-an. Pada tahun 2011 Indonesia baru bisa memproduksi kedelai lokal sebanyak 851.286 ton atau sekitar 29% dari total kebutuhan di tahun yang sama, sehingga Indonesia harus mengimpor kedelai sebanyak 2.087.986 ton. Sementara  data Badan Pusat Statistik, total kebutuhan kedelai pada 2012 mencapai 2.2 juta ton dengan rincian untuk pangan sebesar 83,7 % dan untuk industry  kecap, tauco serta lainnya sebesar 14.7% , dan untuk kebutuhan benih kedelai sebesar 1.2% dan pakan sekitar 0.4%.        

 Menurutnya, Indonesia hingga kini masih sangat mengandalkan pada kedelai impor, karena produk lokal tidak mencukupi. Usaha tani kedelai di Indonesia sebetulnya cukup prospektif, akan tetapi ada beberapa permasalahan yang dihadapi, di antaranya pola pikir petani yang masih memandang kedelai sebagai sampingan, terjadinya tumpang tindih lahan antara tanaman padi dan kedelai, serta permasalahan impor kedelai, ditambah dengan mahalnya biaya produksi kedelai, sehingga petani tidak bergairah menanamnya. Secara perlahan namun pasti minimnya produksi pangan termasuk kedelai,  diperparah oleh alih fungsi lahan. Penyebabnya ada tarik ulur kepentingan, antara konsep “lahan produktif” dengan “lahan tidak produktif”. Lahan tersebut “dikorbankan” dalam rangka pengoptimalan lahan pertanian menjadi industri dan pembangunan lainnya.  Eddy  Yusup menyebutkan, masalah peternakan dan pertanian, dari sisi tata niaga/perdagangan, pemerintah tidak lagi bisa memproteksi para petani dan peternak, hal tersebut terkait pemberlakuan world trade organization atau perdagangan bebas. Pemerintah tidak bisa memberlakukan kuota atau pembatasan barang impor menggelontor ke pasar  Indonesia. Proteksi atau kiat yang harus dilakukan melalui  penguatan internal pertanian dan peternakan itu sendiri, di antaranya meningkatkan produksi dan produktivitas, mulai  dari penyediaan  bibit, benih, permodalan, keterampilan, tenaga penyuluh, aplikasi tekhnologi serta sokongan anggaran pro petani dan peternak. Jika pemerintah terus membiarkan seperti saat ini,  swasembada kedelai 2014 dan swasembada daging 2015 , dipastikan tidak akan tercapai dan hanya akan menjadi wacana tataran teroritis tanpa aplikasi. “Ya wacana tersebut jika diibaratkan adalah tong kosong nyaring bunyinya,” tutur  Eddy Yusup  . ( E - 018) ***     

Thursday, January 19, 2012

Harga BBM Tidak akan Naik

”PERCAYALAH, pemerintah tidak akan menaikkan harga BBM meski didesak banyak pihak,” kata Menko Kesra Agung Laksono. Masih menurut Agung, pemerintah dipastikan tidak akan menaikkan harga BBM sampai akhir tahun ini. Kebijakan menaikkan harga BBM tidak strategis dalam upaya mengurangi angka kemiskinan. Kebijakan meenaikkan harga BBM berisiko dan memiliki resistensi ekonomi dan social.
Pernyataan Menko Kesra itu sebagai pembenaran atas rencana pemerintah melakukan konvesri BBM ke gas untuk kendaraan umum. Kendaran pribadi yang tidak dikonversi ke gas tidak boleh menggnakan BBM premium dan solar bersubsidi. Bagi kendaraan pribadi berplat hitam hanya ada satu pilihan yakni BBM nonsubsidi yakni pertamax.
Agung Laksono meyaklinkan ralyat, konversi BBNM ke gas merupakan pilihan paling tepat. Hal itu dilakukan pemerintah dengan melihat pengalaman konvesri minyak tanah ke gas elpiji. Konversi itu berjalan mulus. Rakyat yang tidak menggunakan gas, membeli minyak tanah nonsubsidi tanpa gejolak apa-apa. Untuik mendukung ketetapannya itu, pemerintah, melalu Menko Kesra, mengatakan, konvesrsi BBM ke gas jauh lebih baik daripada tidak sama sekali. Seperti biasa, Menko Kesra menyampaikan angka-angka bahwa subsidi BBM melojak tahun 2011. Sampai Desember lalu, subsidi mencapai Rp 165,2 T. Padahal tahun sebelumnya baru sampai Rp 123,6 T. Artinya naik 127,4 persen.
Benar, kopnversi minyak tanah ke gas elpiji bisa dikatakan sukses. Bisa disumsikan, konversi BBM ke gas juga tidak akan mengalami kesulitan. Rakyat memang mendukung konversi minya tanah ke gas karena tidak disertai dengan masalah lain yang lebih pelik. Konversi minyak tanah ke gas—meskipun korban gas meledak cukup banyak—dilakukan secara elegan. Semua rakyat merasa lebih nyaman menggunakan gas daripada minyak tanah. Sebelum ada konversi, sudah banyak orang yang menggunakan gas dalam kehidupan sehari-hari.Mereka yang tidak mau menggunakan gas untuk keperluan sehari-harinya, lebih banyak yang memilih kayu bakr daripada minyak tanah.
Sedangkan konvetrsi BBM ke gas dilakukan secara diskriminatif. Hanya kendraan umum saja yang dikonversi, mengapa tidak semuanya saja? Indonesia memroklamasikan diri sebagai pengguna gas untuk transportasi. Tidak lagi menggunakan BBM. Kebijakan itu akan terasa adil dan berlaklu secara merata, tidak dibeda-bedakan, untuk si miskin dan si kaya. Semua pabrik otomotif, menerapkan pola teknologi BBG. Ke depan tidak ada lagi mobil produk baru yang tidak dilengkapi denmgan instalasi bahan baker gas. Jadi yang sudah ada sekarang, semuanya harus mengikuti program konversi BBM ke BBG.
Masalah sebenarnya bukan terletak pada konversi BBM ke BBG. Yang selalu ramai dibicarakan orang justru penggunaan BBM bersubsidi dan nonsubsidi. Dilihat dari segi ekonomi, teknis, dan kepatutan, konversi BBM ke BBG untuk semua kendaran pasti mendapat dukungan khalayak. Konversi itu berdampak positif bagi penghematan BBM dan pemeliharaan lingkungan hidup. Yang dipersoalkan masyarakat dewasa ini, pemerintah bersikap diskriminatif dalam penggunaan BBM. Rakyat yang memiliki kendaraan berplat nomor hitam, seolah-olah dipaksa menggunakan BBM dengan harga sangat mahal yakni pertamax. Mereka tidak boleh menggunakan BBM murah yakni premium.
Apabila kendaraan umum semua sudah melakukan konversi, lalu untuk apa persediaan premium? Kemunmgkinan besar, Indonesia tidak akan memproduksi premium. Secara ekonomi, hal; itu jauh lebih menguntungkan bagi pemerintah. Rakyat membeli BBM nonsubsidi yang harganya dua kali lipat BBM bersubsidi. Kebijakan seperti itulah yang dikhawatirkan banyak orang.
Kebijakan tidak menaikkan harga BBM menjadi tidak relevan dengan kenyataan. Meskipun harga BBM bersubsidi tidak naik, rakyat justru dipaksa membeli BBM nonsubsidi. Harga tidak naik namun belanja rakyat justru naik dua kali lipat. Biasanya seseorang membeli BBM 10 liter sehari dengan harga Rp 45.000. mulai bulan April dia harus punya uang Rp 90.000 untuk jumlah liter yang sama.***

Mendorong Esemka Masuk Pasar Global

LUAR BIASA. Kata itu menjadi sangat sering terdengar akhir-akhir ini sebagai pernyataan kagum terhadap mobil hasil karya siswa SMK. Pujian, sanjungan, bahkan harapan, berdatangan dari segala penjuru. Semuanya berpendapat sama, bangsa Indonesia harus bangga terhadap kinerja anak bangsa tersebut. “Siswa SMK saja mampu membuat mobil, apalagi mahasiswa pergutruan tinggi teknik.” Artinya bangsa Indonesia yang selama ini dinilai hanya sebagai pengguna teknologi, ternyata juga mampu sebagai pencipta teknologi.
Sebetulnya sejak lama dalam hampir setiap pameran otomotif, ditampilkan mobil dan motor buatan orang Indonesia. Namun produk tersebut hanya sampai pada pameran saja. Tidak ada kelanjutannya. Samasekali tidak terdengar dukungan nyata dari pemerintah. Misalnya, mengambil alih produksi itu untuk diproduksi secara masal. Samasekali tidak ada gerakan menggunakan mobil produksi dalam negeri. Kita belum mendengar seruan presiden, misalnya, “Semua pejabat dan instansi diwajibkan menggunakan mobil nasional.”
Setiap tahun, ketika DPR dan DPRD ditawari mobil dinas, pasti mereka memilih mobil impor yang serba mewah. Di pemerintahan kota/kabupaten, selain walikota dan bupati, semua kepala dinas diberi mobil mewah produksi Jepang, Korea, atau Eropa. Tidak ada yang mengharuskan pimpinan dan anggota dewan, jajaran birokrat sampai eselon tiga menggnakan mobnas.
Adalah Walikota Solo, yang dengan gagah berani, mengganti mobil dinasnya dengan mobil Esemka. Langkah itulah yang justru mem-blow up mobil produksi anak-anak SMK tersebut. Kalau tidak, mungkin saja mobil Esemka itu hanya menjadi ajang praktek pelajaran otomotif para siswa SMK. Produk yang sangat membanggakan itu tidak akan muncul ke permukaan. Keberanian seperti itulah yang seharusnya dimiliki semua pejabat dari presiden sampai camat.
Bangsa kita, khususnya birokrat dan anggota dewan, lebih sering menimbang-nimbang kepatutan, kelayakan, serta masalah-masalah yang berkaitan dengan teknologi dan kemewahan. Penghargaan bangsa kita terhadap barang luar jauh lebih besar daripada kepada barang buatan dalam negeri. Bagaimanapun kualitasnya, barang impor selalu menjadi pilihan utama. Sepanjang perilaku seperti itu masih terus dipelihara, jangan harap mobil Esemka dan semua produk lokal akan menjadi tuan rumah di negerinya sendiri.
Mobil Esemka akan memasyarakat apabila pemetrintah memberi contoh. Sudah saatnya pemerintah mengambil alih produk Esemka itu dan mengangkatnya menjadi produk nasional. Mengapa kita tidak meniru India yang bangga dengan Bajaj-nya, Italia dengan Fiat-nya? Tanpa bertanya kualitas, teknologi, kelayakan, mereka mendorong produk dalam negerinya sehingga produk itu bisa berbicara dalam kancah ekonomi dunia. Sampai-sampai Indonesia pernah dipenuhi dengan kendaraan bermerk Bajaj. Bahkan Bajaj digunakan sebagai kendaraan umum alternatif padahal kendaraan sejenis itu, bisa dibuat di dalam negeri. Jangankan bajaj, pesawat terbang saja bisa diproduksi di dalam negeri oleh anak bangsa sendiri.
Bangsa kita masih punya filsafat “kumaha nu dibendo”, apa kata pejabat. Untuk mendorong Esemka menjadi produk otomotif unggulan Indonesia harus dimulai oleh para pejabat. Kita butuh para pemberani seperti Walikota Solo, mau menggnakan mobil Esemka. Mengapa anggota dewan tidak mau memulainya? Mengapa Presiden tidak memerintahkan memasang plat nomor RI 1 pada mobil Esemka? Kalau diminta, Pindad atau PT-DI punya kemampuan teknologi, melapisi Esemka dengan lapisan antipeluru.
Memang semua harapan itu tidak bisa duilakukan secara serempak dan tiba-tiba. Semuanya membutuhkan proses. Perdagangan internasional (ekspor-impor) juga punya “etika”. Sebuah negara yang sudah menandatangani kerjasama perdagangan dan menganut sistem pasar bebas, tidak bisa begitu saja menghentikan impor. Masyarakat pasti maphum. Akan tetapi bukan hanya melanggar etika, bahkan dosa apabila pemerintah membiarkan produk dalam negeri mati karena tidak mampu bersaing, tidak digunakan oleh bangsanya sendiri.
Memajukan Esemka tidak berarti menutup impor atau industri perakitan mobil luar negeri. Biarkan mereka bersaing di pasar. Serahkan semuanya ke mekanisme pasar. Namun pemerintah wajib memberi contoh, agar bangsa ini cinta produk bangsanya sendiri. Doronglah Esemka dan mobnas lainnya, termasuk sepeda motor buatan dalam negeri, mampu bersaing di pasar domestik dan kelak bisa bicara di pasar global. *** .

Friday, January 6, 2012

Prediksi Teknologi 2012

PENJUALAN gadget Netbook, BlackBerry dan Tablet mendominasi pasar teknologi Indonesia dari bulan Januari sampai dengan Desember 2011. Meskipun masa kejayaan sebuah inovasi teknologi berlangsung sangat singkat dan cepat, namun ketiga gadget yang disebut di atas merupakan berhala teknologi yang sangat diminati oleh konsumen Indonesia pada tahun 2011 yang telah lewat.
Konsumerisme rakyat Indonesia sudah tidak diragukan oleh negara-negara asing yang sangat produktif menghasilkan generasi teknologi terkini dan tercanggih. Bangsa kita hanya tinggal diam menjadi bangsa yang sangat tidak produktif dan menjadi sangat konsumtif. Menurut beberapa ahli marketing teknologi dunia, sekitar 180 juta jiwa, penduduk di Indonesia mengenakan gadget Teknologi Informasi. Oleh sebab itu, produk-produk Teknologi dari dalam ataupun luar negeri siap menggempur pasar gadget Indonesia.
Menkominfo Tifatul Sembiring mencanangkan program Indonesia Connected pada tahun 2012, sedangkan pada tahun 2014 program Indonesia Informatif, tahun 2016 program Indonesia Broadband, dan tahun 2018 program Indonesia Digital.
Tahun 2012, banyak produk berteknologi tinggi akan hadir, terutama dalam event CES (Consumer Electronic Show) yang rencananya akan launching pertengahan bulan Januari 2012 di Las Vegas AS, seperti sistem operasi Google Ice Cream Sandwich, iPad Mini seharga $ 200, Ultrabook sebagai pengganti netbook, Apple Air Play pengganti Wi-Fi di perangkat mobile Apple, Kindle Fire 2, iPhone 5, Apple iTV, camera Canon 5D Mark III, dan Windows 8.

Tahun 2012, terjadi persaingan ketat antar pemilik konten mobile di Indonesia, seperti Ring Back Tone (RBT), Content Download (Music, Video, Games), serta layanan premium lainnya.
Peningkatan teknologi baru bernama Long Term Evolution (LTE) atau jaringan 4G yang akan hadir di tahun 2012, yang kualitasnya tentu di atas HSPA/3G, bisa mencapai peak kecepatan sampai 150 Mbps. Sebagai perbandingan, jaringan EDGE (2G) hanya mencapai 256 Kbps, UMTS 384 Kbps, HSPA 14,4 Mbps dan HSPA+ 42Mbps.

Tahun 2012, menurut lembaga survei eMarketer, situs jejaring sosial Twitter akan memiliki banyak iklan yang sekaligus meningkatkan pendapatannya. Prediksi lainnya, meski jumlah pengguna Twitter jauh lebih sedikit dibanding pengguna Facebook, namun 'jumlah klik' harga pada Facebook dinilai lebih rendah dibandingkan 'jumlah klik' di Twitter.

Berdasarkan data Digital Consumen Nielsen Indonesia, saat ini ada 78% yang memiliki ponsel yang bisa terkoneksi ke internet, dan 38%-nya adalah smartphone. Diprediksi pula bahwa pada pertengahan tahun 2012 nanti penetrasi smartphone akan mencapai 67% sehingga pengakses internet via mobile akan semakin banyak.

Sedangkan prediksi pasar gadget Indonesia akan didominasi oleh penjualan tablet harga ekonomis. Kisaran harga tablet, satu juta hingga dua juta rupiah sedang ditunggu-tunggu oleh penggila gadget di Indonesia. Selain itu, ultrabook dengan kecepatan tinggi, berat fisik yang sangat ringan untuk dibawa kemana-mana dianalisa para ahli akan menguasai industri Teknologi 2012. Sedangkan Opearting Sistem (OS) yang diprediksi akan banyak digunakan adalah Android dan Windows 8.

Perusahaan IT, distributor hingga pengguna gadget harus menyiapkan diri dari generasi teknologi terbaru. Managing Vice President Gartner, Daryl Plummer, menjelaskan siapapun yang memanfaatkan teknologi harus bersiap beradaptasi dengan Operating System (OS) yang baru maupun konsumerisme. Bisnis Bandung ***