Friday, August 3, 2012

Diskriminasi Perdagangan Terus Bergulir

           BENAR, Indonesia menang di pengadilan banding di WTO. Dalam kasus larangan masuk bagi ekspor rokok kretek Indonesia ke Amerika Serikat. Meskipun demikian Indonesia dan semua Negara berkembang selalu menjadi korban ketidakseimbangan perdagangan internasional. Paling tidak, barang ekspor Indonesia selalu “dicurigai” dengan pengawasan amat sangat ketat.
            Bukan pertama kali bang ekspor Indonesia mendaoat perlakuan diskriminatif dari beberapa Negara maju seprti Amerika Serikat dan Uni Eropa. Bahkan Jepang, China, dan Brasil pun pernah menuduh barang ekspor Indonesia bermasalah. Alasannya banyak, antara lain, barang yang dibuat tidak ramah lingkungan, dalam proses produksinya menggunakan tenaga kerja anak-anak di bawah umur, tidak sesuai denganm aturan negara tujuan, politik dumping, dan sebagainya.
            Produk sepatu Indonesia hamper ditolak di beberapa Negara dengan alas an dalam proses pembuatannya menggunakan tenaga kerja anak-anak di bawah umur. Mssih soal alas kaki, Departemen Perdagangan Brasil mempersoalkan alas kaki ekspor Indonesia. Disebutkan, produk sepatu yang masuk ke Brasil merupakan produk China melalui Indonesia. Produk kayu Indonesia juga tertolak karena dianggap menggunaka bahan dengan cara merusak  lingkungan.. Ekspor bahan mentah minyak sawit (CPO) asal Indonesia tidak boleh masuk Amerika Serikat dengan alasan juga tidak ramah lingkungan. Rokok kretyek Indonesia tidak bisa masuk Amerika Serikat karena AS membuat aturan yang melarang penjualanm rokok kretek atau rokok yang memiliki rasacengkeh. Larangan itu dimaksudkan agar anak-anak Amerika tidak merokok. Boleh dikatakan semua rokok kretek atau memiliki rasa cengkeh yang beredar di AS berasal dari Indonesia. Mie instant Indonesia pernah ditarik dari peredaranm di China karena dianggap mengandung zat berbahaya.
            Terakhir, perlakukan tidak menyenangkan datang dari Uni Eropah. Produk Indonesia, khususnya bahan kimia, fatty alcohol (lemak alcohol) terkena undang-undang antidumping Eropa. Kasus itu diadukan pemerintah Indonesia ke WTO. Indonesia memintadiadakan konsultasi dengan Uni Eropa. Kasus tersebut masih dalam proses. Apabila dalam waktu 60 hari tidak selesai, kasus itu akan meningkat menjadi sengketa ajudikasi.
            Kemenangan Indonesia dalam sengketa dagang dengan AS dan pengaduannya ke WTO atas kasus dumping di Eropa menandakan, Indonesia punya keberanian. Bagaimanapun yang dihadapi Indonesia semuanya negara raksasa. Dalam dunia perdagangan, semua negara, terutama di dalam konteks pasar bebas, memiliki kesetaraan. Tidak ada istilah negara maju dan negara berkembang. Dalam hal ini Indonesia bias menjadi pionir bagi peningkatan adrenalin negara berkembang lainnya. Namun komitmen para produser dalam berdagang secara jujur harus menjadi jaminan bagio pemerintah dalam mengembangkan ekspor. Kejujuran menjadi sangat penting dalam memelihara kepercayaan konsumen. Menjaga kejujuran sama dengan menjaga kualitas komoditas.
            Kita juga harus tetap waspada, perlakuan dikriminatif terhadap komoditas Indonesia akan terus bergulir. Masalahnya, Indonesia merupakan potensi pasar luar biasa bagi produk internasional. Mereka akan kehilangan pasar apabila komoditas Indonesia dibiarkan berkembang baik secara domestic maupun global.
            Mudah-mudahan saja Indonesia juga punya keberanian menolak atau mempermasalahkan barang impor yang memang bermasalah. Indonesia jangan menelan begitu saja barang impor daeri berbagai negara. Pada kenyataannya, banyak barang impor yang dinilai bisa mengganggu kesehatan, seperti barang mainan anak-anak, cat yang digunakan masuk golongan cat berbahaya. Banyak makanan dan buah-buahan eks impor yang mengandung zat berbahaya seperti formalin, insektisida yang berlebihan.  Belum lagi produk yang bisa merusak moral bangsa dan masa depan anak-anak. Contohnya game animasi superhero yang berisi kekerasan, majalah dan buku porno, dan sebagainya.
Bukan itu saja pemerintah juga harus berani menolak impor dengan tujuan melindungi produk dalam negeri. Impor garam, buah-buahan, sayur mayur, beras, jagung, dan konsumsi rakyat lainnya, sebaiknya diotinjau ulang. Komoditas itu banyak dihasilkan petani kita. Tanpa keberanian menolak atau membatasi impor komoditas tertentu, produk pertanian kita akan terdesak. Produk kita selalu kalah bersaing terutama dalam hal kemasan dan penampilan. ***

No comments:

Post a Comment