Friday, August 3, 2012

Mimpi Swasembada Pangan ,Kapan Jadi Kenyataan?

            APABILA tidak sengaja dihapus, Indonesia pernah menorehkan mimpinya menjadi kenyataan. Mimpi itu ialah swasembada beras. Pemerintah berhasil melecut produktivitas padi, sehingga hasil panen melimpah. Produktivitas padi yang cukup tinggi itu mengantar Presiden Soeharto ke PBB untuk menerima piagam penghargaan. Saat itu, stok beras di gudang Bulog padat, rakyat dapat membeli beras dengan harga yang terjangkau.
            Ketika mimpi itu hendak ditingkatkan dari swasembada beras ke swasembada pangan, hambatannya terlalu banyak. Antara lain gejolak politik mulai terasa dengan mengemukanya paham demokrasi yang lebih liberal. Kekuatan pemerintah mulai diuji. Selain itu cuaca sering kali berubah. Kekeringan melanda sebagian besar wilayah Indonesia. Tanaman padi mengalami puso. Gagal panen bukan hanya terjadi pada padi tetapi juga berbagai komoditas termasuk kedelai dan jagung.
            Cadangan beras terkuras. Pemerintah yang sudah menggenggam swasembada beras, terpaksa harus mengimpor lagi beras. Kekurangan itu terus berlanjut. Sampai-sampai pemerintah malakukan barter pesawat terbang buatan Nurtanio dengan beras ketan. Meskipun barter itu biasa dalam dunia perdagangan internasional, tetapi hal itu merupakan pertanda, Indonesia mengalami kekurangan beras., termasuk beras ketan. Mimpi Indonesia menjadi negara yang mampu bersawsembada pangan, tidak pernah menjadi kenyataan.
            Sampai hari ini, mimpi itu masih menjadi milik bangsa Indonesia.Semua rakyat Indonesia gundah bahklan galau ketika mendengar pemerintah mengimpor beras, jagung, kedelai, bahkan garam,  sayur mayur, dam buah-buahan. Agak terasa aneh hal itu bisa terjadi. Konon Indonesia itu sebuah negara yang kaya raya. Semua kebutuhan manusia tersedia  Tinggal kemampuan mengolah, menanam, mengelola, dan memanfaatkannya. Nampaknya, kemampuan itulah yang belum kita miliki secara penuh. SDM pertanian kita semakin menyusut karena pertanian semakin tidak menarik bagi kalangan muda. SDM pertambangan, dan teknologi, justru banyak yang hengkang dan dimanfaatkan orang luar.
            Indonesia pernah dikagumi banyak negara dalam hal pengolahan tanah pertanian. Banyak petani dari berbagai negara di Afrika yang berguru kepada petani Indonesia, apalagi orang Malaysia. Pada dekade lalu, kepiawaian orang Indonesia dalam bertani tersalip orang-orang Afrika dan Malaysia. Kita seolah-olah bangga menjadi negara importir pangan. Negara pengimpor itu menjadi ukuran kemapanannya dalam ekonomi. Devisa tersedia, rakyat tidak harus repot-repot mengolah tanah bercocok tanam. Semuanya tinggal beli. Di luar negeri banyak. Muncullah angka-angka impor komoditas yang mencengangkan. Kita mengimpor 100 persen terigu, 76 persen kedelai, susu 72 persen, jagung dan beras 2 – 9 persen.         
            Namun ketergantungan pada impor itu ternyata berakibat fatal ketika arus barang dari luar negeri itu mendapat kendala. Ketika Amerika Serikat menghentikan ekspor kedelainya ke Indonesia dengan alasan pertanian AS rusak akibat kekeringan. Baru kita semua galau. Waktu Thailand dilanda banjir, tanaman padinya rusak berat, mereka tidak bias mengekspor beras, Indonesia bingung. Ketika ada kabar, sapi di Australia terpapar virus, dan membatasi ekspornya, kita kelabakan. Kita semua, termasuk pemerintrah baru mau menengok lagi kepada program swasembada pangan. Kita bertekad memacu produktivitas tanaman kedelai, jagung, dan padi. Sayangnya hal itu dilakukan setelah pedagang ayam mogok, pembuat tahu tempe berenti berproduksi, petani membuang hasdil panennya.
            Yang kita takutkan, sikap bangsa ini yang merasa malu menjadi negara agraris. Ada stigma, pertanian identik dengan primitif. Sebuah negara disebut maju apabila industrinya maju. Olehkarena itu kita juga memilih industri berbasis manufaktur sebagai arah pembangunan. Kita seiolah-olah menafikan pertanian. Padahal negara maju seperti Amerika erikat tidak melupakan pertanian. Buktinya, Amerika merupakan pengekspor utama hasil peternakan, pengekspor kedelai terbesar, pakan ternak berbasis padi-padian juga menjadi produksi andalannya.
            Lupakanlah rasa malu sebagai petani. Bersyukurlah kepada Allah SWT kita menjadi negara agraris. Tidak haram kita bermain dalam komoditas pertanian dan meningkatkan industri yang berbasis agro. ***
           

2 comments:

  1. apa yang salah dengan negara ini ? negara yang agraris menjadi negara importir pangan terbesar

    ReplyDelete
  2. apa yang salah dengan negara ini ? negara yang agraris menjadi negara importir pangan terbesar

    ReplyDelete