DI televisi nasional ada acara Mendadak Dangdut, Mendadak Kaya, Mendadak Jadi Artis, dan entah apa lagi. Mengapa harus memakai kata “mendadak”? Itulah mungkin yang dalam dunia teater disebut spectacle. Sesuatu yang dengan sengaja ditampilkan secara mendadak, tanpa ada tanda-tanda dari awal. Maksudnya, agar penonton mendapat suguhan yang benar-benar surprise.
Keterkejutan atau surprise merupakan kenikmatan apresiatif yang mendorong terciptanya suasana harmonis antara pertunjukan dan penikmat , penonton, atau pembaca. Hari Sabtu lalu, pemerintah, melalui Menko Kesra, Agung Laksono, memberi kejutan kepada rakyat. Tanpa ada tanda-tanda jauh sebelumnya, pemerintah mengumumkan, hari Senin, 16 Mei 2011, merupakan hari libur nasional. Memang tidak disebutkan sebagai hari libur tetapi diartikulasikan sebagai hari cuti bersama. Semua pegawai negeri pada hari terjepit antara libur dan libur itu dipersilakan cuti.
Pada satu sisi, cuti bersama itu merupakan surprise yang amat sangat menyenangkan. Pegawai dapat menikmati hari libur panjang, dari Sabtu hingga Selasa. Libur empat hari berturut-turut, tentu saja sangat membahagiakan kaum pekerja. Hari Raya Lebaran saja, masa liburnya hanya dua-tiga hari. Hari Raya Waisak yang jatuh pada hari Selasa, 17 Mei, pegawai bisa libur empat hari.
Namanya libur panjang, pasti sangat membahagiakan. Wajar apabila semua pagawai menyambut keputusan pemerintah itu dengan suka ria. Namun di sisi lain, keterkejutan itu tidak selalu mendatangkan kebahagiaan. Bagi sebagaian pegawai, pengumuman cuti bersama secara mendadak itu, justru membingungkan. Mereka tidak punya rencana libur apalagi masa libur itu terjadi pada pertengahan bulan. Tengah builan merupakan masa paceklik bagi sebagain besar pegawai golongan rendah.
Pengumuman cuti bersama secara mendadak juga menimbulkan berbagai tanda tanya dan kesimpulan yang juga mendadak. Kalangan industri, baik industri kecil maupun manufaktur, keterkejutan itu berdampak pada kelangsungan produksi. Kaum buruhnya bertanya-tanya, ketika pada hari Senin masuk kerja, apakah mereka harus mendapat uang lembur, uang piket, atau justru harus berhenti bekerja? Jadwal yang sudah ditentukan sejak awal, tiba-tiba harus berubah akibat putusan pemerintah tersebut.
Memang disebutkan, pegawai pada sektor pelayanan masyatrakat, tidak libur. Namun pada kenyataannya, banyak pegawai yang merasa punya hak cuti bersama. Pegawai kereta api di beberaoa stasiun, libur sehingga kereta pai tidak diberangkatkan sesuai jadwal. Begitu juga para pegawai tata usaha di rumah sakit, di pemda, dan di instansi lain, mereka banyak yang libur sehingga pelayanan administrasi, terpaksa harus menunggu hingga hari Rabu.
Arus barang dan penumpang antarkota dan antarpulau, terhambat. Selain petugas banyak yang libur, juga anteran menjadi sangat panjang. Seharusnya barang dari P. Jawa ke Sumatera sampai dua hari, menjadi satu minggu karena harus antre di pelabuhan. Masalahnya petugas tidak sempat mengantisipasi melonjaknya arus kendaraan dan arus penumpang. Libur yang rutin, seperti Lebaran dan Tahun Baru, sepadat apapun, bisa terurai karena para petugas bisa mengantisipasinya sejak awal. Liburan panjang itu sudah terjadwal. Petugas juga sudah siap.
Cuti bersama yang diumumkan secara mendadak berdampak pula pada kinerja pemerintahan, baik eksekutif mauoun legislatif. Berbagai rencana pertemuan di DPR terpaksa harus batal karena semuanya cuti. Akibatnya menjadi panjang. DPR dan pemerintah harus melakukan penjadwalan ulang.
Apakah pendadakan itu juga merupakan indikasi, pemerintah tidak mempunyai rencana yang matang? Masalah libur, yang sebenarnya sepele, tidak terjadwal secatra pasti padahal hari-hari libur itu merupakan sesuatu yang pasti. Mengapa tidak diumumkan lima tahun sekali atau pendeknya satu tahun satu kali. Begitu kalender menginjak tahun barui, saat itu juga pemerintah secara resmi mengeluarkan jadwal libur, baik libur nasional, maupun hari-hari “kejepit”.
Kita tidak berharap, pemerintah justru “kejepit” akibat hari “kejepit” yang sepele itu. Semua hal yang menyangkut pemerintahan, seyogianya tersusun secara rinci dalam rencana tahunan, tiga tahunan, atau lima tahunan. ***
Friday, May 20, 2011
Petani Produksi Holtikultura Kalah Melawan Harga Obral Buah Impor
BANDUNG, (BB) – Perdagangan bebas yang dijalin Indonesia dengan Cina telah menohok perekonomian rakyat . Khususnya oleh para petani produksi holtikultura. Para petani buah-buahan tidak mampu bersaing melawan harga “obral” produk holtikultura asal Cina. Buah jeruk dan apel asal negara tirai bambu tersebut, kini membanjiri pasar di Kota Bandung . Pada tingkat bandar di Pasar Induk Caringin dan Gedebage dijual seharga Rp 7000 – Rp 9.000/kilogram.
Membanjirnya buah-buhan asal Cina , seperti jeruk yang dijual dibawah harga jeruk lokal berdampak kepada tata niaga produksi holtikultura yang menyeret ke arah keterpurukan usaha petani karena tidak mampu bersaing melawan harga jual yang lebih rendah dari buah-buahan impor .
Sisi lain mata rantai perdagangan pada tingkat bandar ( pasar induk) sampai pada tingkat pengecer diakui mereka , membeli produk holtikultura asal Cina yang dibeli murah, telah memberinya keuntungan karena adanya kecenderungan konsumen yang lebih memilih jenis komoditas dengan harga murah.
“Saya sebagai pedagang, ya ..tentu mencari untung degan membeli dagangan yang lebih murah, tapi kualitasnya tidak jauh berbeda. Saya membeli jeruk asal Cina dari daerah Tanjung Priok, Sunter dan Ancol Jakarta setiap harinya rata-rata 6 ton,”tutur Ade (43 ) pedagang buah-buahan di Pasar Induk Gedebage Bandung.
Jeruk atau apel impor asal Cina dijual dalam dus dalam berbagai ukuran yang menentukan harga dan isi/jumlah buah-buahan di dalamnya.
Menurut Ade, ukuran dus double S, berisi 100 buah jeruk dijual seharga Rp 70.000, ukuran S seharga Rp 75.000 berisi sekitar 80 buah, kemudian ukuran M seharga Rp 80.000 berisi sekitar 72 buah. Harga tersebut tergantung pada besar/kecilnya buah-buahan didalam dus. Satu dus rata-rata seberat kurang lebih 9 kilogram.
Harga apel asal Cina Rp 180.000/18 kilogram, setiap harinya PD “ZR” yang dikelola Ade membeli dari Jakarta sekitar 5 ton. Sementara buah lengkeng asal Thailand pada tingkat pedagang buah-buahan di pasar induk seharga Rp 70.000/10 kg (satu rigen).
Buah-buahan asal Cina ini, membanjiri pasar-pasar di Kota Bandung sejak awal tahun 2011. Pada tingkat pedagang kaki lima (PKL) dan pengecer yang menjual dagangannya menggunakan roda dorong, jeruk yang dibeli per-dus dari pedagang besar (Bandar) di Pasar Induk, dijual rata-rata Rp 1000/buah. Mereka mengemas jeruk dalam satu bungkusan plastik berisi lima buah.
Menurut Ade, untuk jeruk harus habis terjual antara 2 – 3 hari, beda dengan apel waktu terjual bisa 2- 4 hari.
Sementara itu menurut Jajang, pedagang buah-buahan di Pasar Induk Caringin, jenis buah jeruk lokal asal Medan, untuk jenis super saat ini harganya mencapai Rp 14.500 – Rp 15.000/kg. Kemudian untuk jenis AB seharga Rp 12.500/kg, jenis C Rp 9.500/kg dan untuk jenis D Rp 7.500/kg. Harga tersebut membedakan besar/kecilnya buah.
Harga buah-buahan lokal yang dijual di Pasar Induk Caringin, semangka Rp 2.700/kg, melon Rp 4.200/kg, jeruk Rp 15.000/kg, papaya Rp 2.800/kg, pisang Rp 3000/kg, salak
Rp 3000/kg, nanas Rp 2000/kg.
Sementara itu keterangan yang dihimpun BB dari Seksi Tanaman Buah dan Hias Dinas Tanaman Pangan Jabar , membanjirnya buah-buahan khususnya jeruk dan apel asal Cina memang sulit dibendung . Jawa Barat tidak memiliki sentra tanaman jeruk, sejak pertumbuhan jeruk Garut punah puluhan tahun lalu.
Jawa Barat, kini tengah mengembangkan dan meningkatkan produktifitas buah mangga sebagai tanaman holtikultura unggulan.” Tanaman ini dikembangkan untuk meningkatkan produktifitasnya, terutama di daerah yang selama ini dikenal sebagai sentra buah mangga. Seperti Indramayu, Cirebon, Majalengka, Sumedang dan Kuningan,” tutur Kasi Tanaman Buah dan Hias Disperta Jabar Ir.Suwito Hadi.MP .
(B-003) ***
Membanjirnya buah-buhan asal Cina , seperti jeruk yang dijual dibawah harga jeruk lokal berdampak kepada tata niaga produksi holtikultura yang menyeret ke arah keterpurukan usaha petani karena tidak mampu bersaing melawan harga jual yang lebih rendah dari buah-buahan impor .
Sisi lain mata rantai perdagangan pada tingkat bandar ( pasar induk) sampai pada tingkat pengecer diakui mereka , membeli produk holtikultura asal Cina yang dibeli murah, telah memberinya keuntungan karena adanya kecenderungan konsumen yang lebih memilih jenis komoditas dengan harga murah.
“Saya sebagai pedagang, ya ..tentu mencari untung degan membeli dagangan yang lebih murah, tapi kualitasnya tidak jauh berbeda. Saya membeli jeruk asal Cina dari daerah Tanjung Priok, Sunter dan Ancol Jakarta setiap harinya rata-rata 6 ton,”tutur Ade (43 ) pedagang buah-buahan di Pasar Induk Gedebage Bandung.
Jeruk atau apel impor asal Cina dijual dalam dus dalam berbagai ukuran yang menentukan harga dan isi/jumlah buah-buahan di dalamnya.
Menurut Ade, ukuran dus double S, berisi 100 buah jeruk dijual seharga Rp 70.000, ukuran S seharga Rp 75.000 berisi sekitar 80 buah, kemudian ukuran M seharga Rp 80.000 berisi sekitar 72 buah. Harga tersebut tergantung pada besar/kecilnya buah-buahan didalam dus. Satu dus rata-rata seberat kurang lebih 9 kilogram.
Harga apel asal Cina Rp 180.000/18 kilogram, setiap harinya PD “ZR” yang dikelola Ade membeli dari Jakarta sekitar 5 ton. Sementara buah lengkeng asal Thailand pada tingkat pedagang buah-buahan di pasar induk seharga Rp 70.000/10 kg (satu rigen).
Buah-buahan asal Cina ini, membanjiri pasar-pasar di Kota Bandung sejak awal tahun 2011. Pada tingkat pedagang kaki lima (PKL) dan pengecer yang menjual dagangannya menggunakan roda dorong, jeruk yang dibeli per-dus dari pedagang besar (Bandar) di Pasar Induk, dijual rata-rata Rp 1000/buah. Mereka mengemas jeruk dalam satu bungkusan plastik berisi lima buah.
Menurut Ade, untuk jeruk harus habis terjual antara 2 – 3 hari, beda dengan apel waktu terjual bisa 2- 4 hari.
Sementara itu menurut Jajang, pedagang buah-buahan di Pasar Induk Caringin, jenis buah jeruk lokal asal Medan, untuk jenis super saat ini harganya mencapai Rp 14.500 – Rp 15.000/kg. Kemudian untuk jenis AB seharga Rp 12.500/kg, jenis C Rp 9.500/kg dan untuk jenis D Rp 7.500/kg. Harga tersebut membedakan besar/kecilnya buah.
Harga buah-buahan lokal yang dijual di Pasar Induk Caringin, semangka Rp 2.700/kg, melon Rp 4.200/kg, jeruk Rp 15.000/kg, papaya Rp 2.800/kg, pisang Rp 3000/kg, salak
Rp 3000/kg, nanas Rp 2000/kg.
Sementara itu keterangan yang dihimpun BB dari Seksi Tanaman Buah dan Hias Dinas Tanaman Pangan Jabar , membanjirnya buah-buahan khususnya jeruk dan apel asal Cina memang sulit dibendung . Jawa Barat tidak memiliki sentra tanaman jeruk, sejak pertumbuhan jeruk Garut punah puluhan tahun lalu.
Jawa Barat, kini tengah mengembangkan dan meningkatkan produktifitas buah mangga sebagai tanaman holtikultura unggulan.” Tanaman ini dikembangkan untuk meningkatkan produktifitasnya, terutama di daerah yang selama ini dikenal sebagai sentra buah mangga. Seperti Indramayu, Cirebon, Majalengka, Sumedang dan Kuningan,” tutur Kasi Tanaman Buah dan Hias Disperta Jabar Ir.Suwito Hadi.MP .
(B-003) ***
Tahun 2011 Cimahi Tertutup Bagi Pembangunan Industri Tekstil
BANDUNG (BB) - Kantor Penanaman Modal Kota Cimahi melansir, minat investasi di Kota Cimahi tiap tahunnya terus mengalami kenaikan. Tidak hanya diminati investor dari dalam negeri ( PMDN ), tetapi juga pemodal asing (PMA). Pada tahun 2011 ini, ada tiga investor yang tengah mengajukan permohonan pembangunan hotel di wilayah Cimahi.
Menurut Kepala Kantor Penanamam Modal Kota Cimahi, Drs Beny Bachtiar , minat investor untuk berinvestasi di Kota Cimahi cukup tinggi, karenanya Pemkot Cimahi menentukan kebijakan untuk hal tersebut sangat selektif. Saat ini Pemkot Cimahi, tidak lagi membneri ijin investasi untuk mendirikan industri tekstik , kecuali industri garment. Alasannya, industri tekstil kerap menimbulkan keruksakan ekosistem, akibat pengambilan air bawah tanah serta polusi udara dan air. Pemerintah kota Cimahi saat ini lebih fokus kepada industri kreatif, ketimbang industri tekstil berdasar pertimbangan pada sejumlah asumsi logis, asumsi positif dan asumsi obyektif. Industri tekstil selain kerap meruksak ekosistem, juga dukungan terhadap laju pertumbuhan ekonomi atau LPE Kota Cimahi relatif datar , bahkan cenderung anjlok. Dalam dua tahun terakhir sampai Mei 2011 terdapat 50 industri yang kolaps, akibatanya ribuan buruh di PHk .
Di Cimahi, dari 15 kriteria bidang industri kreatif, secara existing ada 156 industri kreatif, namun Pemkot Cimahi memfokuskan diri kepada industri animasi serta tehnologi informasi (IT). Pertimbangannya karena ramah lingkungan, padat karya serta mampu memproteksi diri dari gangguan ekonomi global, bahkan di tahun 2012, pemerintah mengklaim industri kreatif bisa menjadi penopang laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Kota Cimahi. Saat ini pertumbuhan dan perkembangan industri kreatif, terutama film animasi di kota Cimahi menuju arah trend posistif. Para kreator film animasi yang tergabung kedalam Cimahi Creative Association tengah melakukan beberapa persiapan untuk merealiasasikan ambisinya yakni menciptakan film animasi untuk layar lebar. Selain itu, CCA pun tengah memproduksi dan membuat karakter untuk serial di televisi nasional. Rencananya, film animasi itu terdiri dari 13 episode dengan durasi per episodenya sekitar 24 menit. Targetnya, seluruh produksi film animasi tersebut rampung pada Juni 2011 mendatang.
Menurut Benny, pada tahun 2011 ini, ada 6 penanam modal yang berencana membangun industri tekstil di Cimahi, terutama di kawasan Leuwigajah. Investor umumnya merupakan pemodal asing dari negera Jepang, Amerika dan China. Nilai investasi, rata-rata di atas 5 juta US dolar yang dan diperkirakan mampu merekrut sekitar 3000 tenaga kerja. Selain sektor industri tekstil, Kota Cimahi pun mulai dilirik investor industri perhotelan dan industri olah raga. Pada tahun 2011 ini, setidaknya ada 3 investor yang telah mengajukan rencana pembangunan hotel serta stadion olah raga di kawasan Cibeber. Rencana pembangunan perhotelan telah mendapat “lampu hijau” dari eksekutif, ujar Benny Bachtiar.
Pada tahun 2010, total penanaman modala asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) di Kota Cimahi mencapai Rp 1.319.945.986.233 , terdiri dari 4 PMA dan 3 PMDN. Penanam modal asing atau PMA sebesar Rp 510.661.694.520 dan
PMDN sebesar Rp 806.284.291.713. ( D-023) ***
Menurut Kepala Kantor Penanamam Modal Kota Cimahi, Drs Beny Bachtiar , minat investor untuk berinvestasi di Kota Cimahi cukup tinggi, karenanya Pemkot Cimahi menentukan kebijakan untuk hal tersebut sangat selektif. Saat ini Pemkot Cimahi, tidak lagi membneri ijin investasi untuk mendirikan industri tekstik , kecuali industri garment. Alasannya, industri tekstil kerap menimbulkan keruksakan ekosistem, akibat pengambilan air bawah tanah serta polusi udara dan air. Pemerintah kota Cimahi saat ini lebih fokus kepada industri kreatif, ketimbang industri tekstil berdasar pertimbangan pada sejumlah asumsi logis, asumsi positif dan asumsi obyektif. Industri tekstil selain kerap meruksak ekosistem, juga dukungan terhadap laju pertumbuhan ekonomi atau LPE Kota Cimahi relatif datar , bahkan cenderung anjlok. Dalam dua tahun terakhir sampai Mei 2011 terdapat 50 industri yang kolaps, akibatanya ribuan buruh di PHk .
Di Cimahi, dari 15 kriteria bidang industri kreatif, secara existing ada 156 industri kreatif, namun Pemkot Cimahi memfokuskan diri kepada industri animasi serta tehnologi informasi (IT). Pertimbangannya karena ramah lingkungan, padat karya serta mampu memproteksi diri dari gangguan ekonomi global, bahkan di tahun 2012, pemerintah mengklaim industri kreatif bisa menjadi penopang laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Kota Cimahi. Saat ini pertumbuhan dan perkembangan industri kreatif, terutama film animasi di kota Cimahi menuju arah trend posistif. Para kreator film animasi yang tergabung kedalam Cimahi Creative Association tengah melakukan beberapa persiapan untuk merealiasasikan ambisinya yakni menciptakan film animasi untuk layar lebar. Selain itu, CCA pun tengah memproduksi dan membuat karakter untuk serial di televisi nasional. Rencananya, film animasi itu terdiri dari 13 episode dengan durasi per episodenya sekitar 24 menit. Targetnya, seluruh produksi film animasi tersebut rampung pada Juni 2011 mendatang.
Menurut Benny, pada tahun 2011 ini, ada 6 penanam modal yang berencana membangun industri tekstil di Cimahi, terutama di kawasan Leuwigajah. Investor umumnya merupakan pemodal asing dari negera Jepang, Amerika dan China. Nilai investasi, rata-rata di atas 5 juta US dolar yang dan diperkirakan mampu merekrut sekitar 3000 tenaga kerja. Selain sektor industri tekstil, Kota Cimahi pun mulai dilirik investor industri perhotelan dan industri olah raga. Pada tahun 2011 ini, setidaknya ada 3 investor yang telah mengajukan rencana pembangunan hotel serta stadion olah raga di kawasan Cibeber. Rencana pembangunan perhotelan telah mendapat “lampu hijau” dari eksekutif, ujar Benny Bachtiar.
Pada tahun 2010, total penanaman modala asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) di Kota Cimahi mencapai Rp 1.319.945.986.233 , terdiri dari 4 PMA dan 3 PMDN. Penanam modal asing atau PMA sebesar Rp 510.661.694.520 dan
PMDN sebesar Rp 806.284.291.713. ( D-023) ***
Monday, May 9, 2011
Sekitar 60 % Korban Trafficking Berasal dari Jawa Barat
BANDUNG, (BB)- Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Jawa Barat, sejauh ini Jawa Barat masih berada pada posisi tertinggi untuk kasus trafficking atau perdagangan orang, terutama perempuan dan anak. Faktor penyebabnya tertumpu pada masalah pendidikan yang rendah, kemiskinan, kurang atau tidak memiliki keterampilan .
Hal tersebuit dikemukakan Kepala BPPKB Provinsi Jawa Barat Hj Sri Asmawati Kusumawardhani SH, Mhum kepada BB. Secara nasional, Provinsi Jawa barat masih menempati posisi teratas dalam kasus trafficking. Merujuk kepada data Bareskrim Polri tahun 2009, jumlah korban trafficking di Indonesia, 60 persen diantaranya berasal dari Jawa Barat dengan jumlah korban mencapai 746 orang . Hal itu merupakan indikasi perempuan dan anak di Jawa Barat sangat rentan menjadi sasaran perdagangan orang atau trafficking.
Penyebab perempuan dan anak kerap menjadi korban trafficking berdasar data survey sosial ekonomi nasional tahun 2007-2008 terincikan, tahun 2007 korban yang berpendididkan sampai SD sederajat ada 38,49% , perempuan dan laki-laki 37.25% .
Tahun 2008 menurun menjadi 38,44% dan 35.59% (perempuan dan laki-laki). Sedangkan tamatan setingkat akademi/universitas laki-laki yang menjadi korban sekitar 0.13 %. Namun turunnya jumlah korban trafificking tersebut, tidak selaras dengan pendidikan kaum perempuan, khususnya yang tinggal di pedesaan. Ada beberapa faktor kenapa perempuan di pedesaan umumnya hanya tamatan Sekolah Dasar Hal itu kemungkinan karena jarak sekolah yang relatih jauh, masih ada budaya masyarakat yang masih memegang teguh tentang peran perempuan yang sebatas menjadi sebagai ibu rumah tangga saja Anak perempuan cenderung mendapat kesempatan bersekolah lebih sedikit,dibandungkan laki-laki. Keadaan tersebut mengakibatkan adanya perbedaan yang signifikan kemampuan membacar dan menulis kaum perempuan sangat jauh tertinggal oleh kaum laki-laki. Tahun 2007 dan 2008, kaum perempuan baru mencapai antara 94-95% sedangkan kaum laki-laki sudah mencapai 97-98%.
Menurut Sri Asmawati Kusumawardhani, trafficking khususnya perempuan dan anak telah meluas dalam jaringan kejahatan yang terorganisir maupun yang tidak terorganisir, baik bersifat antar negara maupun dalam negeri, sehingga menjadi ancaman terhadap masyarakat, bangsa dan negara serta terhadap norma-norma kehidupan yang dilandasi penghormatan terhadap hak azasi manusia. Untuk pemberantasan tindak pidana perdagangan orang , sebenarnya telah diatur dalam Undang – Undang nomor 21 tahun 2007. Sebagai aplikasinya, pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat membuat berbagai regulasi untuk pencegahan dan penanganan trafficking. Regulasi tersebut diantaranya Perda Nomor 3 tahun 2008 tentang pencegahan dan penanganan korban perdagangan orang di Jawa Barat, ada pula Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 1331 tahun 2009, tentang pembentukan gugus tugas pencegahan dan penanganan korban perdagangan orang di Jawa Barat dan dilengkapi dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat, tentang pembentukan pos pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak (P2TP2A) Provinsi Jawa Barat
Berdasarkan data BPPKB Provinsi Jawa Barat tahun 2010, P2TP2A saat ini telah tersebar di 12 lokasi, di 10 kabupaten dan kota di Jawa Barat. Yakni kota Bandung, kabupaten Cianjur, kota Cirebon, kota Cimahi, kabupaten Purwakarta, kabupaten Bandung, kota Bogor, kabupaten Bogor, kabuapten Cirebon dan kabupaten Garut
Sejak Januari 2009 sampai dengan September 2010 gugus tugas pencegahan dan penanganan korban perdagangan orang Jawa Barat telah memulangkan sebanyak 72 orang korban trafficking dari kepulauan Riau, Kalimantan timur, Kalimantan Barat dan Bangka Belitung. (D-023) ***
Hal tersebuit dikemukakan Kepala BPPKB Provinsi Jawa Barat Hj Sri Asmawati Kusumawardhani SH, Mhum kepada BB. Secara nasional, Provinsi Jawa barat masih menempati posisi teratas dalam kasus trafficking. Merujuk kepada data Bareskrim Polri tahun 2009, jumlah korban trafficking di Indonesia, 60 persen diantaranya berasal dari Jawa Barat dengan jumlah korban mencapai 746 orang . Hal itu merupakan indikasi perempuan dan anak di Jawa Barat sangat rentan menjadi sasaran perdagangan orang atau trafficking.
Penyebab perempuan dan anak kerap menjadi korban trafficking berdasar data survey sosial ekonomi nasional tahun 2007-2008 terincikan, tahun 2007 korban yang berpendididkan sampai SD sederajat ada 38,49% , perempuan dan laki-laki 37.25% .
Tahun 2008 menurun menjadi 38,44% dan 35.59% (perempuan dan laki-laki). Sedangkan tamatan setingkat akademi/universitas laki-laki yang menjadi korban sekitar 0.13 %. Namun turunnya jumlah korban trafificking tersebut, tidak selaras dengan pendidikan kaum perempuan, khususnya yang tinggal di pedesaan. Ada beberapa faktor kenapa perempuan di pedesaan umumnya hanya tamatan Sekolah Dasar Hal itu kemungkinan karena jarak sekolah yang relatih jauh, masih ada budaya masyarakat yang masih memegang teguh tentang peran perempuan yang sebatas menjadi sebagai ibu rumah tangga saja Anak perempuan cenderung mendapat kesempatan bersekolah lebih sedikit,dibandungkan laki-laki. Keadaan tersebut mengakibatkan adanya perbedaan yang signifikan kemampuan membacar dan menulis kaum perempuan sangat jauh tertinggal oleh kaum laki-laki. Tahun 2007 dan 2008, kaum perempuan baru mencapai antara 94-95% sedangkan kaum laki-laki sudah mencapai 97-98%.
Menurut Sri Asmawati Kusumawardhani, trafficking khususnya perempuan dan anak telah meluas dalam jaringan kejahatan yang terorganisir maupun yang tidak terorganisir, baik bersifat antar negara maupun dalam negeri, sehingga menjadi ancaman terhadap masyarakat, bangsa dan negara serta terhadap norma-norma kehidupan yang dilandasi penghormatan terhadap hak azasi manusia. Untuk pemberantasan tindak pidana perdagangan orang , sebenarnya telah diatur dalam Undang – Undang nomor 21 tahun 2007. Sebagai aplikasinya, pemerintah daerah Provinsi Jawa Barat membuat berbagai regulasi untuk pencegahan dan penanganan trafficking. Regulasi tersebut diantaranya Perda Nomor 3 tahun 2008 tentang pencegahan dan penanganan korban perdagangan orang di Jawa Barat, ada pula Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 1331 tahun 2009, tentang pembentukan gugus tugas pencegahan dan penanganan korban perdagangan orang di Jawa Barat dan dilengkapi dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat, tentang pembentukan pos pelayanan terpadu pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak (P2TP2A) Provinsi Jawa Barat
Berdasarkan data BPPKB Provinsi Jawa Barat tahun 2010, P2TP2A saat ini telah tersebar di 12 lokasi, di 10 kabupaten dan kota di Jawa Barat. Yakni kota Bandung, kabupaten Cianjur, kota Cirebon, kota Cimahi, kabupaten Purwakarta, kabupaten Bandung, kota Bogor, kabupaten Bogor, kabuapten Cirebon dan kabupaten Garut
Sejak Januari 2009 sampai dengan September 2010 gugus tugas pencegahan dan penanganan korban perdagangan orang Jawa Barat telah memulangkan sebanyak 72 orang korban trafficking dari kepulauan Riau, Kalimantan timur, Kalimantan Barat dan Bangka Belitung. (D-023) ***
Dinas Tenaga Kerja Harus Berani Menindak Pengusaha Pelaku Kejahatan Ketenagakerjaan
BANDUNG, (BB) – Dinas Tenaga Kerja tidak memiliki keberanian untuk menyeret pengusaha yang melakukan kejahatan ketenagakerjaan melalui proses hukum. Sejauh ini berbagai sengketa buruh dengan majikan hanya diselesaikan melalui mediasi. Dalam akhir proses , pihak buruh selalu pada pihak yang kalah.
Wakil Ketua DPC SPN (Serikat Pekerja Nasional) Kota Bandung, Sukirno mengemukakan hal itu menjawab pertanyaan BB, kemarin di ruang kerjanya terkait beberapa tuntutan kaum buruh yang dilontarkan pada peringatan Hari Buruh, 1 Mei baru lalu.
Selain itu menurut Sukirno, pihak Depnaker sama sekali tidak melakukan pengawasan terhadap berbagai masalah yang menyangkut buruh di perusahaan dengan alasan pihak instansi terkait tersebut kekurangan tenaga (PNS) pengawas. Seharusnya pihak Dinas Tenaga Kerja bisa membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) perusahaan yang jelas-jelas melakukan pelanggaran normatif terhadap peraturan perundang-undangan untuk diproses secara hukum. Di antaranya menempatkan tenaga kontrak atau outsourching pada bagian produksi . Penggunaan tenaga kontrak terbatas hanya untuk tenaga Satpam, katering dan cleaning service.
Dikatakan Sukirno, penggunaan tenaga kontrak merupakan akal bulus pengusaha agar bisa membayar upah lebih murah dan tidak didaftarkan untuk menjadi klien Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja). Perilaku pengusaha serupa ini, jelas menjadi ancaman bagi buruh tetap. Tenaga kerja tetap, melalui berbagai upaya sistematis diganggu agar tidak betah dan kemudian mengundurkan diri.
Setiap pekerja oleh perusahaan tempatnya bekerja wajib didaftarkan untuk menjadi anggota atau klien Jamsostek dengan iuran tetap sebesar 2% per-bulan dipotong dari upah, ditambah 3,7% dari perusahaan. Hingga total polis yang harus dibayarkan ke Jamsostek mencapai 5,7 % .
Namun pada kenyataannya menurut Sukirno, masih banyak hal yang kurang terpuji dilakukan oleh perusahaan. Mulai dari tidak menyetorkan iuran Jamsostek, mendaftarkan jumlah karyawan yang tidak sesuai dengan jumlah sebenarnya atau tidak sesuai dengan upah yang diterima pekerja. Peraturan mengenai kewajiban perusahaan untuk mendaftarkan karyawannya untuk menjadi anggota Jamsostek sudah diundangkan sejak tahun 1992. Namun sejauh ini masih banyak pekerja yang belum menjadi klien Jamsostek karena tidak didaftarkan oleh perusahaan tempatnya bekerja. Hingga jika terjadi sesuatu hal , misalnya terjadi kecelakaan dilingkungan pekerjaan, pihak pekerja tidak akan mendapat santunan.
Sukirno mencontohkan, sebuah kejadian ketika seorang pekerja wanita yang mengalami keguguran kandungannya saat bekerja, tidak mendapat biaya perawatan apapun dari perusahaan.
“Itulah sebabnya, pada peringatan hari buruh, 2 Mei 2011 lalu, kami pihak pekerja menyuarakan keras menolak tenaga kontrak dan outsourching. Karena dinilai sangat merugikan kaum buruh. Dan hal itu kami sampaikan kepada DPRD Kota Bandung dalam pertemuan pada hari Selasa lalu , tutur Sukirno. Pertemuan yang dihadiri unsur pengurus tiga organisasi pekerja, yakni SPN, SPSI serta SPSI 1992, diharapkan agar pihak DPRD bisa mendorong lahirnya Perda tentang pelaksanaan peraturan normatif yang harus dipatuhi pengusaha.
Selain menyuarakan penolakan penggunaan tenaga kontrak, pihak organisasi buruh menyampaikan sikap dan tuntutan, antara lain agar UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) direvisi karena memperbolehkan hak normatif diperselisihkan . Organisasi buruh, juga menyuarakan sikap dan tuntutan agar pemerintah segera melakukan tindakan konkrit terhadap mafia hukum Hubungan Industrial di Mahkamah Agung untuk melindungi hak-hak buruh .
“Beberapa kasus sengketa antara buruh dan majikan pada tingkat banding di MA, buruh dikalahkan. Kita tidak berburuh sangka, tapi pada kenyataannya pihak buruh selalu pada pihak yang kalah, ungkap Sukirno di Sekretariat DPC SPN Kota Bandung, Jl.Taruna 2 Bandung. (B-003) ***
Wakil Ketua DPC SPN (Serikat Pekerja Nasional) Kota Bandung, Sukirno mengemukakan hal itu menjawab pertanyaan BB, kemarin di ruang kerjanya terkait beberapa tuntutan kaum buruh yang dilontarkan pada peringatan Hari Buruh, 1 Mei baru lalu.
Selain itu menurut Sukirno, pihak Depnaker sama sekali tidak melakukan pengawasan terhadap berbagai masalah yang menyangkut buruh di perusahaan dengan alasan pihak instansi terkait tersebut kekurangan tenaga (PNS) pengawas. Seharusnya pihak Dinas Tenaga Kerja bisa membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) perusahaan yang jelas-jelas melakukan pelanggaran normatif terhadap peraturan perundang-undangan untuk diproses secara hukum. Di antaranya menempatkan tenaga kontrak atau outsourching pada bagian produksi . Penggunaan tenaga kontrak terbatas hanya untuk tenaga Satpam, katering dan cleaning service.
Dikatakan Sukirno, penggunaan tenaga kontrak merupakan akal bulus pengusaha agar bisa membayar upah lebih murah dan tidak didaftarkan untuk menjadi klien Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja). Perilaku pengusaha serupa ini, jelas menjadi ancaman bagi buruh tetap. Tenaga kerja tetap, melalui berbagai upaya sistematis diganggu agar tidak betah dan kemudian mengundurkan diri.
Setiap pekerja oleh perusahaan tempatnya bekerja wajib didaftarkan untuk menjadi anggota atau klien Jamsostek dengan iuran tetap sebesar 2% per-bulan dipotong dari upah, ditambah 3,7% dari perusahaan. Hingga total polis yang harus dibayarkan ke Jamsostek mencapai 5,7 % .
Namun pada kenyataannya menurut Sukirno, masih banyak hal yang kurang terpuji dilakukan oleh perusahaan. Mulai dari tidak menyetorkan iuran Jamsostek, mendaftarkan jumlah karyawan yang tidak sesuai dengan jumlah sebenarnya atau tidak sesuai dengan upah yang diterima pekerja. Peraturan mengenai kewajiban perusahaan untuk mendaftarkan karyawannya untuk menjadi anggota Jamsostek sudah diundangkan sejak tahun 1992. Namun sejauh ini masih banyak pekerja yang belum menjadi klien Jamsostek karena tidak didaftarkan oleh perusahaan tempatnya bekerja. Hingga jika terjadi sesuatu hal , misalnya terjadi kecelakaan dilingkungan pekerjaan, pihak pekerja tidak akan mendapat santunan.
Sukirno mencontohkan, sebuah kejadian ketika seorang pekerja wanita yang mengalami keguguran kandungannya saat bekerja, tidak mendapat biaya perawatan apapun dari perusahaan.
“Itulah sebabnya, pada peringatan hari buruh, 2 Mei 2011 lalu, kami pihak pekerja menyuarakan keras menolak tenaga kontrak dan outsourching. Karena dinilai sangat merugikan kaum buruh. Dan hal itu kami sampaikan kepada DPRD Kota Bandung dalam pertemuan pada hari Selasa lalu , tutur Sukirno. Pertemuan yang dihadiri unsur pengurus tiga organisasi pekerja, yakni SPN, SPSI serta SPSI 1992, diharapkan agar pihak DPRD bisa mendorong lahirnya Perda tentang pelaksanaan peraturan normatif yang harus dipatuhi pengusaha.
Selain menyuarakan penolakan penggunaan tenaga kontrak, pihak organisasi buruh menyampaikan sikap dan tuntutan, antara lain agar UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) direvisi karena memperbolehkan hak normatif diperselisihkan . Organisasi buruh, juga menyuarakan sikap dan tuntutan agar pemerintah segera melakukan tindakan konkrit terhadap mafia hukum Hubungan Industrial di Mahkamah Agung untuk melindungi hak-hak buruh .
“Beberapa kasus sengketa antara buruh dan majikan pada tingkat banding di MA, buruh dikalahkan. Kita tidak berburuh sangka, tapi pada kenyataannya pihak buruh selalu pada pihak yang kalah, ungkap Sukirno di Sekretariat DPC SPN Kota Bandung, Jl.Taruna 2 Bandung. (B-003) ***
Produksi Teh dari Jawa Barat Menguasai Ekspor ke Amerika dan Eropa
BANDUNG,(BB) – Jenis teh hitam dan teh hijau yang diproduksi perkebunan teh di Jawa Barat, menguasai pasar ekspor teh Indonesia ke Amerika Serikat, Jerman, Inggris , Belanda serta negara – negara di Asia.
Para pembeli teh, umumnya melakukan transaksi dengan cara lelang mingguan yang diselenggarakan oleh Kantor Dagang Gabungan di Jakarta. Teh asal Indonesia, selain diekspor ke Eropa juga ke Australia, Selandia Baru, Pakistan dan Jepang.
Menurut keterangan yang diperoleh dari Bagian Bina Usaha Dinas Perkebunan Jawa Barat, produksi teh nasional saat ini lebih dari 80% diproduksi dari perkebunan teh yang ada di wilayah Jawa Barat.
Bisnis perkebunan di Jabar dilakukan oleh tiga kelompok pengusaha, terdiri dari perkebunan swasta, perkebunan negara dan perkebunan rakyat. Tanaman teh sebagai salah satu produk unggulan Jawa Barat terhampar di kawasan pegunungan pada ketinggian antara 500 – 1.500 di atas permukaan laut (dpl) seluas 99. 942 hektar atau sekitar 70% dari seluruh area perkebunan teh di Indonesia.
Area perkebunan yang dikelola petani (perkebunan rakyat) seluas 52.630 hektar, perusahaan swasta 21.229 hektar dan perkebunan negara (pemerintah) seluas 26.083 hektar dengan rata-rata produksi 2.500 kg/hektar/tahun. Untuk jenis teh hijau yang diproduksi perkebunan rakyat memiliki kapasitas produksi sebesar 113.882 ton/tahun.
Sebagian produk teh hijau dilempar ke pasar domestik. Jenis teh ini banyak diminati konsumen berupa teh siap saji, teh melati serta dalam kemasan botol. Selain untuk konsumen di dalam negeri, teh hijau juga diekspor ke beberapa negara Afrika, Timur Tengah dan Asia .
Komoditas lain yang dijadikan unggulan oleh Provinsi Jawa Barat adalah karet, kopi, cengkeh, akar wangi, tebu, tembakau, kelapa dan coklat yang dikelola oleh tiga kelompok pengusaha. Perkebunan negara mengelola komoditas karet, kina, coklat, kelapa , kelapa hibrida, kelapa sawit, tebu dan teh dengan luas wilayah cakupan perkebunan 76.420 hektar.
Perkebunan swasta kurang lebih sebanyak 160 perusahaan mengelola 11 jenis komoditas berupa, teh, karet, cengkeh, akar wangi, kina, cakoilat, kelapa, kelapa hibrida, kelapa sawit, nilam dan vaneli pada area seluas 51.574 hektar.
Sementara lahan perkebunan rakyat umumnya tidak dalam satu hamparan, tercecer pada lahan sempit dengan luas total sekitar 373.012 hektar. Perkebunan rakyat membudidayakan 27 jenis komoditas, dikelola oleh lebih dari 1 juta petani yang tersebar di seluruh Jawa Barat.
Kapasitas produksi untuk komoditas unggulan, diantaranya cengkeh mencapai 5.413 ton/tahun dengan luas lahan 31.476 hektar. Kemudian coklat kapasitas produksinya 3.705 ton/tahun (luas lahan 12.512 ha), produksi karet darei total wilayah perkebunan seluas 53.243 hektar dengan kapasitas produksi sebanyak 37.767 ton/tahun .Perkebunan karet di Jabar tersebar di wilayah Subang, Purwakarta, Garut, Kab.Bandung, Ciamis dan Tasikmalaya. Hasil produksi pengolhan karet diantaranya berupa Lateks, RSS (Ribbed Smoke Shett), TPC dan SIR (Standar Indonesian Rubber). Perkebunan karet dikelola oleh perusahaan swasta ( 19.433 hektar), petani (9.271 hektar) dan perkebunan negara ( 24.530 hektar) . Kopi dengan kapasitas produksi 9.840 ton/hektar. Untuk tanaman kopi mayoritas pengelola perkebunannya adalah petani. Tebu yang tersebar di dataran rendah Jabar , antara lain di wilayah Majalengka, Cirebon., Kuningan, Subang dan Kuningan menghasilkan produksi sebesar 111.612 ton/tahun yang terhampar pada lahan seluas 23.420 hektar.
Akar wangi menghasilkan minyak atsiri benilai ekonomi tinggi. Dalam transaksi perdagangan minyak ini, biasa disebut minyak akar wangi. Keunggulan minyak akar wangi tidak mudah menguap, sehingga sangat baik untuk campuran parfum .
Indonesia menguasai sekitar 40% pangsa pasar akar wangi dunia. Komoditas ini dipasok dari wilayah Kab.Garut sebanyak 71 ton/hektar yang dibudidayakan pada lahan seluas 2.306 hektar. Minyak akar wangi 90% dipasok dari daerah Jawa Barat. (B-003) ***
Para pembeli teh, umumnya melakukan transaksi dengan cara lelang mingguan yang diselenggarakan oleh Kantor Dagang Gabungan di Jakarta. Teh asal Indonesia, selain diekspor ke Eropa juga ke Australia, Selandia Baru, Pakistan dan Jepang.
Menurut keterangan yang diperoleh dari Bagian Bina Usaha Dinas Perkebunan Jawa Barat, produksi teh nasional saat ini lebih dari 80% diproduksi dari perkebunan teh yang ada di wilayah Jawa Barat.
Bisnis perkebunan di Jabar dilakukan oleh tiga kelompok pengusaha, terdiri dari perkebunan swasta, perkebunan negara dan perkebunan rakyat. Tanaman teh sebagai salah satu produk unggulan Jawa Barat terhampar di kawasan pegunungan pada ketinggian antara 500 – 1.500 di atas permukaan laut (dpl) seluas 99. 942 hektar atau sekitar 70% dari seluruh area perkebunan teh di Indonesia.
Area perkebunan yang dikelola petani (perkebunan rakyat) seluas 52.630 hektar, perusahaan swasta 21.229 hektar dan perkebunan negara (pemerintah) seluas 26.083 hektar dengan rata-rata produksi 2.500 kg/hektar/tahun. Untuk jenis teh hijau yang diproduksi perkebunan rakyat memiliki kapasitas produksi sebesar 113.882 ton/tahun.
Sebagian produk teh hijau dilempar ke pasar domestik. Jenis teh ini banyak diminati konsumen berupa teh siap saji, teh melati serta dalam kemasan botol. Selain untuk konsumen di dalam negeri, teh hijau juga diekspor ke beberapa negara Afrika, Timur Tengah dan Asia .
Komoditas lain yang dijadikan unggulan oleh Provinsi Jawa Barat adalah karet, kopi, cengkeh, akar wangi, tebu, tembakau, kelapa dan coklat yang dikelola oleh tiga kelompok pengusaha. Perkebunan negara mengelola komoditas karet, kina, coklat, kelapa , kelapa hibrida, kelapa sawit, tebu dan teh dengan luas wilayah cakupan perkebunan 76.420 hektar.
Perkebunan swasta kurang lebih sebanyak 160 perusahaan mengelola 11 jenis komoditas berupa, teh, karet, cengkeh, akar wangi, kina, cakoilat, kelapa, kelapa hibrida, kelapa sawit, nilam dan vaneli pada area seluas 51.574 hektar.
Sementara lahan perkebunan rakyat umumnya tidak dalam satu hamparan, tercecer pada lahan sempit dengan luas total sekitar 373.012 hektar. Perkebunan rakyat membudidayakan 27 jenis komoditas, dikelola oleh lebih dari 1 juta petani yang tersebar di seluruh Jawa Barat.
Kapasitas produksi untuk komoditas unggulan, diantaranya cengkeh mencapai 5.413 ton/tahun dengan luas lahan 31.476 hektar. Kemudian coklat kapasitas produksinya 3.705 ton/tahun (luas lahan 12.512 ha), produksi karet darei total wilayah perkebunan seluas 53.243 hektar dengan kapasitas produksi sebanyak 37.767 ton/tahun .Perkebunan karet di Jabar tersebar di wilayah Subang, Purwakarta, Garut, Kab.Bandung, Ciamis dan Tasikmalaya. Hasil produksi pengolhan karet diantaranya berupa Lateks, RSS (Ribbed Smoke Shett), TPC dan SIR (Standar Indonesian Rubber). Perkebunan karet dikelola oleh perusahaan swasta ( 19.433 hektar), petani (9.271 hektar) dan perkebunan negara ( 24.530 hektar) . Kopi dengan kapasitas produksi 9.840 ton/hektar. Untuk tanaman kopi mayoritas pengelola perkebunannya adalah petani. Tebu yang tersebar di dataran rendah Jabar , antara lain di wilayah Majalengka, Cirebon., Kuningan, Subang dan Kuningan menghasilkan produksi sebesar 111.612 ton/tahun yang terhampar pada lahan seluas 23.420 hektar.
Akar wangi menghasilkan minyak atsiri benilai ekonomi tinggi. Dalam transaksi perdagangan minyak ini, biasa disebut minyak akar wangi. Keunggulan minyak akar wangi tidak mudah menguap, sehingga sangat baik untuk campuran parfum .
Indonesia menguasai sekitar 40% pangsa pasar akar wangi dunia. Komoditas ini dipasok dari wilayah Kab.Garut sebanyak 71 ton/hektar yang dibudidayakan pada lahan seluas 2.306 hektar. Minyak akar wangi 90% dipasok dari daerah Jawa Barat. (B-003) ***
Perburuhan, Buah Si Malakalma
PULUHAN ribu buruh dari Botabek, berhimpun di tiga titik utama di Jakarta. Di depan Gedung DPR/MPR, Gedung Kementerian Nakertrans, dan Istana Negara. Begitu pula buruh di semua daerah di seluruh Indonesia melakukan hal yang sama. Merayakan Hari Buruh Internasional atau May Day. Mereka berunjukrasa, meminta pemerintah menghapuskan sistem outsourcing (alih daya), melaksanakan UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial (SJS), serta mengesahkan RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Tuntutan buruh Indonesia yang disampaikan melalui unjuk rasa hari Minggu itu memang sangat sederhana dan normatif. Ada demo di beberapa daerah yang tuntutannya agak meluas. Misalnya para guru honorer yang menuntut peningkartan status dari honorer menjadi PNS. Ada pula yang meminta pemerintah menekan pengusaha agar tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Tentang SJS dan BPJS, domeinnya masih pada tataran legislatif. RUU itu sedang diselesaikan.. Menurut UU itu, jaminan sosial harus diberikan kepada seluruh rakyat Indonesia. Rakyat berhak mendapat perlindungan secara sosial dan finansial, selama mereka masih hidup. Masalahnya, apakah pemerintah mampu memberikan perlindungan kepada rakyat yang jumlahnya makin lama makin besar?
Sebetulnya hal itu sudah diterakan pada UUD 45. Namun sejak UUD itu diberlakukan sampai hari ini, pemerintah belum mampu menanggung kehidupan rakyatnya yang miskin. Artinya pemerintah atau bangsa dan negara ini belum melaksanakan UUD-nya secara konsekuen. Bahwa anak telantar dan orang miskin menjadi tanggungan negara. Pada kenyataannya mereka yang terpaksa menjadi “kembang” lampu merah dan penghuni rumah kumuh, terus berkembang.
Berkaitan dengan tuntutan kaum buruh itu, Presiden SBY berjanji akan terus berjuang, semua perusahaan tidak mudah melakukan PHK. Penegasan Presiden itu disampaikan di Cileungsi Bogor pada saat bersamaan dengan pelaksanaan demo buruh. Permintaan Presiden itu sungguh populis. Di mata buruh, Presiden mendapat point sangat tinggi. Namun pasti Presiden juga maphum, dari kacamata pengusaha, hal itu merupakan sesuatu yang sangat dilematis.
Dalam situsi berusaha yang kurang menguntungkan, tindakan PHK amat sulit dihindarkan. Pengusaha merasakan, suasana kurang kondusif, ada ancaman keamanan, teror bom, dan ketidakberdayaan pemerintah menghadapi serbuan produk China. Mereka sudah mengambil ancang-ancang, melakukan relokasi, menurunkan kapasitas produksinya, dan melakukan rasionalisasi. Dalam situasi seperti itu, PHK merupakan cara yang paling efektif. Mereka tidak mungkin meneruskan usahanya sambil mempertahankan jumlah buruh padahal kebangkrutan sudah di ambang mata.
Bagi buruh, PHK merupakan martil yang sewaktu-waktu bisa menghantam kepalanya. Dunia seolah-olah runtuh bagi buruh yang terkena PHK. Rencana kehidupannya yang dirancangnya sejak awal, tiba-tiban berantakan. Ia menjadi penganggur yang samasekali tidak punya penghasilan, apalagi masa depan. Karena itu PHK merupakan vonis mati yang sungguh amat menakutkan kaum buruh.
Satu-satunya harapan bagi semua kaum buruh yang rentan PHK hanyalah jaminan sosial. Apabila pemerintah mampu melaksanakan UU tentang sistem jaminan sosial, PHK bukan lagi vonis mati. Mereka masih bisa bergantung pada jaminan sosial yang diberikan pemerintah.
Memang ada semacam kecemasan pemerintah, apabila jaminan sosial bagi semua rakyat itu diberlakukan, dikhawatirkan banyak rakyat yang justru menjadi malas. Mereka merasa tidak usah bekerja karena menjadi penganggur juga mendapat jaminan hidup.Tampaknya pemerintah dan rakyat harus belajar dari pengalaman orang luar. Jaminan sosial itu sudah puluhan bahkan seratus tahun lebih, diberlakukan di beberapa negara. Penganggur mendapat jaminan hidup dari pemerintah. Namun orang yang menerima jaminan itu selalu brusaha mendapat pekerjaan karena ia merasa malu terus menerus mendapat jaminan dari pemerintah.
Apakah bangsa kita masih memiliki budaya malu? Pertanyaan beikutnya, bisakah pemerintah berlaku jujur? Di Inggris, misalnya, begitu ada orang terpaksa jobless, dalam waktu satu dua hari, ia menerima kartu jaminan yang dapat diuangkan di mana saja. Kartu itu juga berlaku bagi pengobatan di rumah sakit, transportasi umum, dan pemakaman. ***
Tuntutan buruh Indonesia yang disampaikan melalui unjuk rasa hari Minggu itu memang sangat sederhana dan normatif. Ada demo di beberapa daerah yang tuntutannya agak meluas. Misalnya para guru honorer yang menuntut peningkartan status dari honorer menjadi PNS. Ada pula yang meminta pemerintah menekan pengusaha agar tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Tentang SJS dan BPJS, domeinnya masih pada tataran legislatif. RUU itu sedang diselesaikan.. Menurut UU itu, jaminan sosial harus diberikan kepada seluruh rakyat Indonesia. Rakyat berhak mendapat perlindungan secara sosial dan finansial, selama mereka masih hidup. Masalahnya, apakah pemerintah mampu memberikan perlindungan kepada rakyat yang jumlahnya makin lama makin besar?
Sebetulnya hal itu sudah diterakan pada UUD 45. Namun sejak UUD itu diberlakukan sampai hari ini, pemerintah belum mampu menanggung kehidupan rakyatnya yang miskin. Artinya pemerintah atau bangsa dan negara ini belum melaksanakan UUD-nya secara konsekuen. Bahwa anak telantar dan orang miskin menjadi tanggungan negara. Pada kenyataannya mereka yang terpaksa menjadi “kembang” lampu merah dan penghuni rumah kumuh, terus berkembang.
Berkaitan dengan tuntutan kaum buruh itu, Presiden SBY berjanji akan terus berjuang, semua perusahaan tidak mudah melakukan PHK. Penegasan Presiden itu disampaikan di Cileungsi Bogor pada saat bersamaan dengan pelaksanaan demo buruh. Permintaan Presiden itu sungguh populis. Di mata buruh, Presiden mendapat point sangat tinggi. Namun pasti Presiden juga maphum, dari kacamata pengusaha, hal itu merupakan sesuatu yang sangat dilematis.
Dalam situsi berusaha yang kurang menguntungkan, tindakan PHK amat sulit dihindarkan. Pengusaha merasakan, suasana kurang kondusif, ada ancaman keamanan, teror bom, dan ketidakberdayaan pemerintah menghadapi serbuan produk China. Mereka sudah mengambil ancang-ancang, melakukan relokasi, menurunkan kapasitas produksinya, dan melakukan rasionalisasi. Dalam situasi seperti itu, PHK merupakan cara yang paling efektif. Mereka tidak mungkin meneruskan usahanya sambil mempertahankan jumlah buruh padahal kebangkrutan sudah di ambang mata.
Bagi buruh, PHK merupakan martil yang sewaktu-waktu bisa menghantam kepalanya. Dunia seolah-olah runtuh bagi buruh yang terkena PHK. Rencana kehidupannya yang dirancangnya sejak awal, tiba-tiban berantakan. Ia menjadi penganggur yang samasekali tidak punya penghasilan, apalagi masa depan. Karena itu PHK merupakan vonis mati yang sungguh amat menakutkan kaum buruh.
Satu-satunya harapan bagi semua kaum buruh yang rentan PHK hanyalah jaminan sosial. Apabila pemerintah mampu melaksanakan UU tentang sistem jaminan sosial, PHK bukan lagi vonis mati. Mereka masih bisa bergantung pada jaminan sosial yang diberikan pemerintah.
Memang ada semacam kecemasan pemerintah, apabila jaminan sosial bagi semua rakyat itu diberlakukan, dikhawatirkan banyak rakyat yang justru menjadi malas. Mereka merasa tidak usah bekerja karena menjadi penganggur juga mendapat jaminan hidup.Tampaknya pemerintah dan rakyat harus belajar dari pengalaman orang luar. Jaminan sosial itu sudah puluhan bahkan seratus tahun lebih, diberlakukan di beberapa negara. Penganggur mendapat jaminan hidup dari pemerintah. Namun orang yang menerima jaminan itu selalu brusaha mendapat pekerjaan karena ia merasa malu terus menerus mendapat jaminan dari pemerintah.
Apakah bangsa kita masih memiliki budaya malu? Pertanyaan beikutnya, bisakah pemerintah berlaku jujur? Di Inggris, misalnya, begitu ada orang terpaksa jobless, dalam waktu satu dua hari, ia menerima kartu jaminan yang dapat diuangkan di mana saja. Kartu itu juga berlaku bagi pengobatan di rumah sakit, transportasi umum, dan pemakaman. ***
Daerah Otonom Hasil Pemerkaran
WARGA Jawa Barat patut bangga, Kota Cimahi merupakan daerah otonom hasil pemekaran yang meraih predikat dua terbaik secara nasional. Dari 7 provinsi, 164 kabupaten, dan 34 kota hasil pemekaran periode tahun 1999 – 2009, hanya dua kota yang mendapat nilai lebih dari 60 dari totakl nilai 100. Yang pertama Kota Banjarbaru di Kalimantan Selatan meraih angka 64,61. Kedua, Kota Cimahi di Provinsi Jawa Barat yang mendapat nilai 60,43.
Sejak undang-undang otonomi daearh diberlakukan, banyak daerah di Indonesia yang bersemangat memisahkan diri dari induk asalnya. Pemekaran daerah otonom itu memang dibuka selebar-lebarnya oleh aturan dan peerundang-undangan. Semkangat “memisdahkan diri” itu makin kuat karena didorong oleh kaum elit, baik elit politik di DPR/DPRD maupun elit birokrasi.
Alasan yang dicantumkan dalam proposal pemuisahan juga sungguh masuk akal, untuk meiningatkan kesejahteraan rakyat. Para elit daerah itu merasakan, selama berada di bawah birokrasi provinsi, kota, atau kabupaten lama, daerahnya tertinggal, kurang mendapat perhatian, tidak terjangkau karena jauh, dan sebagainya. Tentu saja masyarakat setempat mendukung keinginan para elit itu. Berpuluh-puluh tahun, bahkan sejak Proklamasi Kemerdekaan RI, pembangunan selalu terpusat di ibu kota, baik pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota. Masyarakat di luar itu seolah-olah terlupakan.
Dengan harapan akan ada peningkatan kesejahteraan, rakyat di semua daerah melakukan gerakan mendorong terbentuknya wilayah dan pemerintahan baru. Gerakan berupa unjuk rasa menjadi lumrah diloakukan masyarakat. Gerakan itu membuat para elit politik di DPRD juga terdorong membuat keputusan sesuai dengan tuntutan masyarakat.
Sampai tahun 2011 ini terbentuk 205 daerah otonom baru, 57 di antaranya baru berusia 0 – 3 tahun. Jangankan yang baru berusia 1-3 tahun, yang sudah cukup umur puin kebanyakan belum menunjukkan tingkat kemandirian yang prospektif. Baik dalam hal pemerintahan, pelayanan masyarakat, maupun daya saing daerah, dinilai masih sangat rendah. Apalagi dalam tingkat kesejahteran rakyat yang menjadi target utama, nilainya amat rendah.
Selama ini daerah otonom baru masih menjadi beban APBN bahkan ada belum mampu menolak bimbingan dan bantuan daerah otonom bekas induknya. Pendapatan asli daerah yang dijadikan andalan utama dalam menjalankan roda pemerintahan, pada kenyataannya belum memberikan kontribusi berarti. Yang baru tampak ke permukaan, lapangan kerja bagi birokrat, kedudukan bagi elit pemeintahan, kedudukan sebagai wakil rakyat bagi para elit politik, Selain itu, ada masalah yang sulit terselesaikan, yakni asset daerah. Di mana-mana, antara daerah induk dan daerah otonom baru, terjadi “percekcokan” masalah aset daerah. Terdengar agak aneh ketika dua daerah otonom bersitegang bahkan sampai ke meja hijau, gara-gara aset daerah.
Melihat kenyataan seperti itu, wajar bila DPR dan pemerintah pusat mengerem dulu laju pertumbuhan daerah otonom baru. Wajar pula apabila pemerintah pusat melakukan pengkajian lebih mendalam terhadap pemekaran daerah. Secara undang-undang harus ada indicator yang jelas tentang pemekaran, baik SDM, maupun potensi ekonomi daerah tersebut. Bila perlu, pemerintah pusat menentukan batas waktu. Misalnya dalam kurun waktu 20 tahun secara manajemen, pemerintah daerah otonom baru itu harus sudah mencapai break event point (BEP). Indokatornya bukan hanya APBD-nya sudah berimbang, tetapi juga tingkat kesejahteran rakyatnya. Apabaila pada awal pemekaran rata-rata pendapatan masyarakat di bawah Rp 1 juta perbulan, lima tahun berikutnya harus di atas Rp 1 juta.
Tingkat kesejahteraan rakyat harus menjadi indikator penilaian, karena hal itulah yang menjadi alasan utama ketika suatu daerah ingin menjadi daerah otonom baru. Apabila hal itu tidak terpenuhi, rakyat punya hak menuntut. ***
Sejak undang-undang otonomi daearh diberlakukan, banyak daerah di Indonesia yang bersemangat memisahkan diri dari induk asalnya. Pemekaran daerah otonom itu memang dibuka selebar-lebarnya oleh aturan dan peerundang-undangan. Semkangat “memisdahkan diri” itu makin kuat karena didorong oleh kaum elit, baik elit politik di DPR/DPRD maupun elit birokrasi.
Alasan yang dicantumkan dalam proposal pemuisahan juga sungguh masuk akal, untuk meiningatkan kesejahteraan rakyat. Para elit daerah itu merasakan, selama berada di bawah birokrasi provinsi, kota, atau kabupaten lama, daerahnya tertinggal, kurang mendapat perhatian, tidak terjangkau karena jauh, dan sebagainya. Tentu saja masyarakat setempat mendukung keinginan para elit itu. Berpuluh-puluh tahun, bahkan sejak Proklamasi Kemerdekaan RI, pembangunan selalu terpusat di ibu kota, baik pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota. Masyarakat di luar itu seolah-olah terlupakan.
Dengan harapan akan ada peningkatan kesejahteraan, rakyat di semua daerah melakukan gerakan mendorong terbentuknya wilayah dan pemerintahan baru. Gerakan berupa unjuk rasa menjadi lumrah diloakukan masyarakat. Gerakan itu membuat para elit politik di DPRD juga terdorong membuat keputusan sesuai dengan tuntutan masyarakat.
Sampai tahun 2011 ini terbentuk 205 daerah otonom baru, 57 di antaranya baru berusia 0 – 3 tahun. Jangankan yang baru berusia 1-3 tahun, yang sudah cukup umur puin kebanyakan belum menunjukkan tingkat kemandirian yang prospektif. Baik dalam hal pemerintahan, pelayanan masyarakat, maupun daya saing daerah, dinilai masih sangat rendah. Apalagi dalam tingkat kesejahteran rakyat yang menjadi target utama, nilainya amat rendah.
Selama ini daerah otonom baru masih menjadi beban APBN bahkan ada belum mampu menolak bimbingan dan bantuan daerah otonom bekas induknya. Pendapatan asli daerah yang dijadikan andalan utama dalam menjalankan roda pemerintahan, pada kenyataannya belum memberikan kontribusi berarti. Yang baru tampak ke permukaan, lapangan kerja bagi birokrat, kedudukan bagi elit pemeintahan, kedudukan sebagai wakil rakyat bagi para elit politik, Selain itu, ada masalah yang sulit terselesaikan, yakni asset daerah. Di mana-mana, antara daerah induk dan daerah otonom baru, terjadi “percekcokan” masalah aset daerah. Terdengar agak aneh ketika dua daerah otonom bersitegang bahkan sampai ke meja hijau, gara-gara aset daerah.
Melihat kenyataan seperti itu, wajar bila DPR dan pemerintah pusat mengerem dulu laju pertumbuhan daerah otonom baru. Wajar pula apabila pemerintah pusat melakukan pengkajian lebih mendalam terhadap pemekaran daerah. Secara undang-undang harus ada indicator yang jelas tentang pemekaran, baik SDM, maupun potensi ekonomi daerah tersebut. Bila perlu, pemerintah pusat menentukan batas waktu. Misalnya dalam kurun waktu 20 tahun secara manajemen, pemerintah daerah otonom baru itu harus sudah mencapai break event point (BEP). Indokatornya bukan hanya APBD-nya sudah berimbang, tetapi juga tingkat kesejahteran rakyatnya. Apabaila pada awal pemekaran rata-rata pendapatan masyarakat di bawah Rp 1 juta perbulan, lima tahun berikutnya harus di atas Rp 1 juta.
Tingkat kesejahteraan rakyat harus menjadi indikator penilaian, karena hal itulah yang menjadi alasan utama ketika suatu daerah ingin menjadi daerah otonom baru. Apabila hal itu tidak terpenuhi, rakyat punya hak menuntut. ***
Kualitas Pekerjaan
LAPANGAN kerja di Indonesia bergeser dari industri, baik pengolahan maupun manufaktur, ke sektor jasa. Menurut laporan Organisasi Buruh Internasional (ILO) PBB, ketenaga-kerjaan Indonesia sejak krisis moneter 1998 belum menunjukkan kemajuan berarti. Lapangan kerja di sektor pertanian menurun sampai 5,6 persen. Jumlah pekerjaan di sektor industri dan manufaktur turun 0,8 persen. Sedangkan lapangan kerja di sektor jasa naik 2 persen.
Benar, sektor jasa mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak, namun tidak mampu mengurangi jumlah tenaga kerja yang putus di sektor pertanian dan industri. Selain itu bidang pekerjaan di sektor jasa belum optimal Sektor jasa belum mampu memberikan jaminan layak bagi para pekerja. Angkatan kerja muda masih belum terserap ke dalam bidang pekerjaan sektor formal yang produktif.
Di Jabar ada laporan yang membesarkan hati, angka pengangguran menurun, target penyerapan tenaga kerja tahun 2010-2011 jauh terlampaui. Pasangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf mencanangkan penyerapan satu juta tenaga kerja. Angka satu juta itu sudah terpenuhi bahkan terlampaui. Lalu mengapa ILO menyebutkan ketenaga-kerjaan Indonesia belum beranjak dari keadaan saat krisis moneter 1998?
. Dilihat dari angka, terjadi penurunan angka penganggur dan kenaikan penyerapan tenaga kerja. Yang patut mendapat perhatian, ketersediaan lapangan kerjanya. Hampir dapat dipastikan, sektor jasa dan sektor informal yang terbuka lebar. Sektor itulah yang menyerap tenaga kerja lebih dari satu juta orang tersebut. Sektor formal dan lapangan kerja berkualitas, seperti sektor industri dan manufaktur, boleh dikatakan tidak tersedia.
Hal itu dapat dipahami karena sektor industri di Jabar akhir-akhir ini mengalami stagnasi, terutama industri tekstil dan garmen. Banyak pabrik tekstil yang melakukan relokasi atau menutup usahanya Sedangkan sektor pertanmian, selain semakin tidak menarik bagi tenaga kerja muda juga terkendala dengan upah buruh yang masih sangat kecil. Industri garmen semakin kalah bersaing baik di pasar domestic maupun pasar global. Masuknya produk China berakibat terdesaknya produk domestik
Akibat lanjutannya sudah jelas yakni berkurangnya daya serap industri terhadap angkatan kerja. PHK yang terjadi pada sektor industri berdampak pada menumpuknya tenaga kerja atau angka penganggur. Secara kumulatif, jumlah tenaga kerja menjadi semakin tinggi. Kalau sekarang tenaga kerja tersebut terserap, selain angkanya tidak terlalu signifikan juga lapangan kerja yang menyerapnya tidak seberkualitas sektor industri dan manufaktur. Sektor jasa seperti pelayan took, maintenans di distro, mal, operator mesin permainan, tampaknya tidak memiliki jaminan masa depan yang prospektif bagi para pekerjanya. Keterpurukan, bahkan kebangkrutan selalu menjadi bayng-bayang yang mengkhawatirkan para pekerja.
Amat logis, orang berbondong-bondong ikut serta pada setiap kali ada ujian penerimaan calon pegawai negeri sipil. Dilihat dari segi apapun, PNS menjanjikan tingkat kesejahteraan yang lebih mapan serta jaminan masa tua yang memang jelas. Namun tentu saja, daya serap pemerintahan sangat kecil dibandingkan dengan makin membengkaknya angkatan kerja.
Pemerintah diharapkan mampu mendorong tumbuhnya sector industri yang mampu menyerap tenaga kerja. Bukan berarti sector jasa tidak punya kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja. Sektor itu penting dikembangkan karena dalam kenyataannya, sektor tersebut merupakan katup pengaman terhadap makin membengkaknya tenaga kerja. Peluang ketenagakerjaan masih ada, antara lain pertumbuhan industri kreatif yang cukup cepat. Hal itu dapa menjadi andalan Jawa Barat dalam menjawab kebutuhan lapangan kerja. Peluang kerja di luar negeri juga masih terbuka. Namun kita tidak boleh berbangga diri dengan kemampuan Jabar dalam pengiriman TKI. Peristiwa kriminal penganiayaan dan pemerkosaan atas TKW seolah-olah menjadi paket dalam pengiriman TKW.
Pengiriman TKI, khususnya TKW ke luar negeri sudah waktunya dikaji ulang. Pengiriman TKI yang tidak terdidik bahkan tidak punya keterampilan, hanya akan menurunkan gengsi kita sebagai bangsa berpendidikan. ***
Benar, sektor jasa mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak, namun tidak mampu mengurangi jumlah tenaga kerja yang putus di sektor pertanian dan industri. Selain itu bidang pekerjaan di sektor jasa belum optimal Sektor jasa belum mampu memberikan jaminan layak bagi para pekerja. Angkatan kerja muda masih belum terserap ke dalam bidang pekerjaan sektor formal yang produktif.
Di Jabar ada laporan yang membesarkan hati, angka pengangguran menurun, target penyerapan tenaga kerja tahun 2010-2011 jauh terlampaui. Pasangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf mencanangkan penyerapan satu juta tenaga kerja. Angka satu juta itu sudah terpenuhi bahkan terlampaui. Lalu mengapa ILO menyebutkan ketenaga-kerjaan Indonesia belum beranjak dari keadaan saat krisis moneter 1998?
. Dilihat dari angka, terjadi penurunan angka penganggur dan kenaikan penyerapan tenaga kerja. Yang patut mendapat perhatian, ketersediaan lapangan kerjanya. Hampir dapat dipastikan, sektor jasa dan sektor informal yang terbuka lebar. Sektor itulah yang menyerap tenaga kerja lebih dari satu juta orang tersebut. Sektor formal dan lapangan kerja berkualitas, seperti sektor industri dan manufaktur, boleh dikatakan tidak tersedia.
Hal itu dapat dipahami karena sektor industri di Jabar akhir-akhir ini mengalami stagnasi, terutama industri tekstil dan garmen. Banyak pabrik tekstil yang melakukan relokasi atau menutup usahanya Sedangkan sektor pertanmian, selain semakin tidak menarik bagi tenaga kerja muda juga terkendala dengan upah buruh yang masih sangat kecil. Industri garmen semakin kalah bersaing baik di pasar domestic maupun pasar global. Masuknya produk China berakibat terdesaknya produk domestik
Akibat lanjutannya sudah jelas yakni berkurangnya daya serap industri terhadap angkatan kerja. PHK yang terjadi pada sektor industri berdampak pada menumpuknya tenaga kerja atau angka penganggur. Secara kumulatif, jumlah tenaga kerja menjadi semakin tinggi. Kalau sekarang tenaga kerja tersebut terserap, selain angkanya tidak terlalu signifikan juga lapangan kerja yang menyerapnya tidak seberkualitas sektor industri dan manufaktur. Sektor jasa seperti pelayan took, maintenans di distro, mal, operator mesin permainan, tampaknya tidak memiliki jaminan masa depan yang prospektif bagi para pekerjanya. Keterpurukan, bahkan kebangkrutan selalu menjadi bayng-bayang yang mengkhawatirkan para pekerja.
Amat logis, orang berbondong-bondong ikut serta pada setiap kali ada ujian penerimaan calon pegawai negeri sipil. Dilihat dari segi apapun, PNS menjanjikan tingkat kesejahteraan yang lebih mapan serta jaminan masa tua yang memang jelas. Namun tentu saja, daya serap pemerintahan sangat kecil dibandingkan dengan makin membengkaknya angkatan kerja.
Pemerintah diharapkan mampu mendorong tumbuhnya sector industri yang mampu menyerap tenaga kerja. Bukan berarti sector jasa tidak punya kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja. Sektor itu penting dikembangkan karena dalam kenyataannya, sektor tersebut merupakan katup pengaman terhadap makin membengkaknya tenaga kerja. Peluang ketenagakerjaan masih ada, antara lain pertumbuhan industri kreatif yang cukup cepat. Hal itu dapa menjadi andalan Jawa Barat dalam menjawab kebutuhan lapangan kerja. Peluang kerja di luar negeri juga masih terbuka. Namun kita tidak boleh berbangga diri dengan kemampuan Jabar dalam pengiriman TKI. Peristiwa kriminal penganiayaan dan pemerkosaan atas TKW seolah-olah menjadi paket dalam pengiriman TKW.
Pengiriman TKI, khususnya TKW ke luar negeri sudah waktunya dikaji ulang. Pengiriman TKI yang tidak terdidik bahkan tidak punya keterampilan, hanya akan menurunkan gengsi kita sebagai bangsa berpendidikan. ***
Bisakah Petani Tentukan Harga Gabah?
DAERAH Pantura Jawa Barat memasuki musim panen rending. Seperti pada setiap musim panen, harga gabah terus melorot. Dalam tempo hanya dua minggu, harga gabah yang mencapai Rp 4.700/kg, mulai Rabu minggu kedua bulan ini, merost sampai Rp 2.500/kg. Para petani belum bisa memastikan berapa harga paling rendah musim ini namun yang pasti petani selalu mengalami kerugian setiap panen datang.
Pemerintah hampir selalu ter tinggal ketika harus betrloma dengan kaum spekulan, tengkulak, atau ijon. Para pengijon, sejak mulai musim tanam, sudah mengambil ancang-ancang. Mereka menyebar modal untuk mengolah sawah. Ketika mendekati musim panen, kendali harga sudah mereka tentukan. Pada dasarnya musim panen di mana pun benar-benar di bawah kendali para pelepas uang.
Bukan hanya padi, semua hasil pertanian di negara kita, berada dalam genggaman kaum pengijon. Hal itu sudah berlangsung sejak dulu kala. Karena itu para pengijon sangat berpengalaman dalam mengendalikan harga hasil pertanian. Sedangkan pemerintah baru akan melangkah apabila musim panmen berakhir. Dolog menentukan harga dasar gabah berdasarkan perhitungan biaya produksi ditambah nilai keuntungan bagi petani. Perhitungan itu baru keluar setelah diketahui secara pasti hasil perhitungan tersebut. Sedangkan kaum spekulan melakukan operasi sesuai dengan kebutuhan para petani.
Harga gabah akan kembnali naik, beberapa saat setelah panen usai. Pada musim tanam berikutnya, ketrika para petani membutuhkan modal, rata-rata mereka tidak punya persediaan gabah lagi. Pada saat itu harga gabah terus naik dan kembali pada harga tertinggi, dua atau tiga kali lipat harga gabah pada musum panen. Kebanyakan petani hanya bias gigiot jari, tidak peernah menikmati tingginya harga jual gabah. Sedangkan kebutuhan akan modal, harus dipenuhi. Kembali lagi para pengijon dating “menyelamatkan” para petani.
Adakah upaya pemerintah memperbaiki kehidupan para petani? Mungkin ada, antara lain penawaran kredit tanpa agunan, pinjaman modal bergulir, membuka akses perbankan. Namun usaha itu belum berhasil memerangi peran para tengkulak dan mengangkat kehidupan para petani.
Memang yang harus mengubah nasib para petani itu, para petani sendiri. Mereka harus mampu mengubah pola hidupnya. Mereka juga haerus berkemampuan “melawan” para spekulan, pengijon, dan tengkulak. Sekarang sudah ada petani yang mulai melakukan gerakan, tidak menjual padi pada musim panen, tyeruata musim panen rendeng. Mereka menyimpan gabahnya terlebih dahulu, baru mengeluarkannya pada saat harga membaik.
Sebetulnya secara tradisional petani kita melakukan cara seperti itu. Mereka pantang mengeluarkan hasil panen di sawah atau di kebun. Hasil panen, bahkan dengan upacara adapt, dibawa ke rumah dan disimpan di gudang. Pisang diperam dulu, tomat, cabai, dan sebagainya, dipilah dan dipilih dulu baru dijual. Padi atau gabah hasil panen, dijemur dan diikat di sawah. Secara bersama-sama—diprakarsai kuwu atau tetua kampong, melakukan ritual membawa padi ke lumbung. Kegembiraan musim panen tergambar pada upacara menyimpan padi. Padi yang disimpan di lumbung, ;pasti padi yang sudah benar-benar kering.
Para petani tradisional itu akan menggunakan hasil panennya setelah semua keperluan dipenuhi. Misalnya, pajak (di Baduy disebut seba), perelek, urunan desa, persediaan benih, dan sebagainya. Mereka memperlakukan hasil panen dengan sangat apik. Tak ada padi yang tercecer, baik di sawah maupun di tempat penjemuran dan di jalan. Hasil panen relatif tidak ada yang terbuang. Perlakuan pasca-panen seperti itu justru sudah tidak lagi dimiliki para petani sekarang. Konon lebih datri 20 persen hasil panen, terutama padi, terbuang percuma.
Tampaknya, petani sekarang bisa belajar dari tata cara bertani dan perlakukan terhadap hasil panen para petani tradisional. Tentui saja tidak membuang ilmu dan teknologi pertanian yang memang sangat modern. Cara bercocok tanamnya harus sesuai dengan kemajuan teknologi pertanian. Namun perlakukan terhadap hasil panen (pasca-panen ) tidak ada salahnya bila kita mengadopsi kebiasaan yang baik, para leluhur kita. Selain hasil panennya akan benar-benar berkualitas, dengan cara itu para petani terhindar dari perilaku para spekulan. Para petanilah yang harus menentukan harga jual gabah miliknya.
Tidak cepat menjual hasil panen (khususnya padi) merupakan upaya terbaik agar petani dapat menikmati harga gabah yang baik. Namun upaya itu sangat sulit dilaksanakan terutama oleh buruh tani. Mereka terpaksa harus menjual padi upah kerjanya meskipun masih basah. Untuk menyelamatkan para petani, termasuk buruh tani,dari fluktuasi harga hasil pertanian, pemerintah harus turun tangan. Intervensi pemerintah dapat dilakukan dengan cara penerangan, pendampingan, dan stimulasi permodalan. ***
Pemerintah hampir selalu ter tinggal ketika harus betrloma dengan kaum spekulan, tengkulak, atau ijon. Para pengijon, sejak mulai musim tanam, sudah mengambil ancang-ancang. Mereka menyebar modal untuk mengolah sawah. Ketika mendekati musim panen, kendali harga sudah mereka tentukan. Pada dasarnya musim panen di mana pun benar-benar di bawah kendali para pelepas uang.
Bukan hanya padi, semua hasil pertanian di negara kita, berada dalam genggaman kaum pengijon. Hal itu sudah berlangsung sejak dulu kala. Karena itu para pengijon sangat berpengalaman dalam mengendalikan harga hasil pertanian. Sedangkan pemerintah baru akan melangkah apabila musim panmen berakhir. Dolog menentukan harga dasar gabah berdasarkan perhitungan biaya produksi ditambah nilai keuntungan bagi petani. Perhitungan itu baru keluar setelah diketahui secara pasti hasil perhitungan tersebut. Sedangkan kaum spekulan melakukan operasi sesuai dengan kebutuhan para petani.
Harga gabah akan kembnali naik, beberapa saat setelah panen usai. Pada musim tanam berikutnya, ketrika para petani membutuhkan modal, rata-rata mereka tidak punya persediaan gabah lagi. Pada saat itu harga gabah terus naik dan kembali pada harga tertinggi, dua atau tiga kali lipat harga gabah pada musum panen. Kebanyakan petani hanya bias gigiot jari, tidak peernah menikmati tingginya harga jual gabah. Sedangkan kebutuhan akan modal, harus dipenuhi. Kembali lagi para pengijon dating “menyelamatkan” para petani.
Adakah upaya pemerintah memperbaiki kehidupan para petani? Mungkin ada, antara lain penawaran kredit tanpa agunan, pinjaman modal bergulir, membuka akses perbankan. Namun usaha itu belum berhasil memerangi peran para tengkulak dan mengangkat kehidupan para petani.
Memang yang harus mengubah nasib para petani itu, para petani sendiri. Mereka harus mampu mengubah pola hidupnya. Mereka juga haerus berkemampuan “melawan” para spekulan, pengijon, dan tengkulak. Sekarang sudah ada petani yang mulai melakukan gerakan, tidak menjual padi pada musim panen, tyeruata musim panen rendeng. Mereka menyimpan gabahnya terlebih dahulu, baru mengeluarkannya pada saat harga membaik.
Sebetulnya secara tradisional petani kita melakukan cara seperti itu. Mereka pantang mengeluarkan hasil panen di sawah atau di kebun. Hasil panen, bahkan dengan upacara adapt, dibawa ke rumah dan disimpan di gudang. Pisang diperam dulu, tomat, cabai, dan sebagainya, dipilah dan dipilih dulu baru dijual. Padi atau gabah hasil panen, dijemur dan diikat di sawah. Secara bersama-sama—diprakarsai kuwu atau tetua kampong, melakukan ritual membawa padi ke lumbung. Kegembiraan musim panen tergambar pada upacara menyimpan padi. Padi yang disimpan di lumbung, ;pasti padi yang sudah benar-benar kering.
Para petani tradisional itu akan menggunakan hasil panennya setelah semua keperluan dipenuhi. Misalnya, pajak (di Baduy disebut seba), perelek, urunan desa, persediaan benih, dan sebagainya. Mereka memperlakukan hasil panen dengan sangat apik. Tak ada padi yang tercecer, baik di sawah maupun di tempat penjemuran dan di jalan. Hasil panen relatif tidak ada yang terbuang. Perlakuan pasca-panen seperti itu justru sudah tidak lagi dimiliki para petani sekarang. Konon lebih datri 20 persen hasil panen, terutama padi, terbuang percuma.
Tampaknya, petani sekarang bisa belajar dari tata cara bertani dan perlakukan terhadap hasil panen para petani tradisional. Tentui saja tidak membuang ilmu dan teknologi pertanian yang memang sangat modern. Cara bercocok tanamnya harus sesuai dengan kemajuan teknologi pertanian. Namun perlakukan terhadap hasil panen (pasca-panen ) tidak ada salahnya bila kita mengadopsi kebiasaan yang baik, para leluhur kita. Selain hasil panennya akan benar-benar berkualitas, dengan cara itu para petani terhindar dari perilaku para spekulan. Para petanilah yang harus menentukan harga jual gabah miliknya.
Tidak cepat menjual hasil panen (khususnya padi) merupakan upaya terbaik agar petani dapat menikmati harga gabah yang baik. Namun upaya itu sangat sulit dilaksanakan terutama oleh buruh tani. Mereka terpaksa harus menjual padi upah kerjanya meskipun masih basah. Untuk menyelamatkan para petani, termasuk buruh tani,dari fluktuasi harga hasil pertanian, pemerintah harus turun tangan. Intervensi pemerintah dapat dilakukan dengan cara penerangan, pendampingan, dan stimulasi permodalan. ***
Wednesday, February 16, 2011
Berjualan “Rujak Bebek”, Omsetnya Melebihi Pekerjaan Utama
Bandung (BB) -- Profesi berdagang ditekuni sebagian besar masyarakat Indonesia. Salah satu profesi pedagang yang saat ini mulai termarginalkan, yaitu pedagang rujak bebek. Padahal, dari berjualan rujak bebek, salah satu pedagang asal Tasikmalaya bisa mendapatkan penghasilan yang lebih besar daripada pekerjaan utamanya.
Uud (44 tahun) tampak semangat menumbuk buah-buahan dan berbagai bumbu seperti gula merah dan cabai rawit. Panasnya udara Pangandaran, tak menyurutkan semangatnya untuk berjualan. Ia menuturkan, profesi ini hanyalah sampingan yang telah dijalani sejak tahun 1975, sejak lulus dari Sekolah Rakyat.. Sebenarnya, profesi utama Uud adalah berjualan pakaian.
Dulu, sebelum berjualan di Pangandaran, Uud sempat “ngider” di Tasikmalaya, membawa bakul rujak bebeknya. Tapi, sekitar tahun 1984, Uud pun hijrah ke Pangandaran karena melihat potensi berjualan yang lebih besar. Sejak pukul 9 pagi hingga 4 sore, Uud berkeliling Pangandaran, menawarkan jajanan yang segar dan pedas tersebut.
Dari profesinya ini, Uud bisa memperoleh penghasilan hingga 400.000 rupiah dalam sehari. Jika dikurangi modal yang harus dikeluarkan, dalam sehari Uud mendapatkan keuntungan 200.000 rupiah. Jumlah keuntungan yang diperoleh Uud dari berjualan rujak bebek, ternyata jauh lebih besar dibandingkan keuntungannya berjualan baju. “Kalau jualan baju mah banyak yang kredit ataupun ngutang, jadi keuntungannya sedikit,” ujar Uud sambil mengiris-iris buah kedondong. Meski saat ini usaha jualan baju yang ditekuninya telah merambah Kota Lampung, Uud tetap mengandalkan keuntungan dari berjualan rujak bebek.
Untuk mempertahankan penghasilannya, Uud pun terpaksa harus hidup jauh dari keluarganya. Uud pulang ke Tasikmalaya dalam jangka waktu sebulan sekali. Sedangkan untuk mengevaluasi dagangannya di Lampung, Uud biasanya pergi ke kota di Pulau Sumatera tersebut 3 bulan sekali.
Dari hasil berjualan rujak bebek, Uud bisa menyekolahkan anaknya hingga ke perguruan tinggi. Saat ini, pria lulusan Sekolah Rakyat atau SR ini, memiliki 3 orang anak. Anak pertamanya sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi, anak keduanya di STM, dan anak ketiganya di Sekolah Dasar.
Upaya untuk menyekolahkan anak dan menghidupi keluarganya tidak hanya dilakukan Uud. Istri Uud kini pun berjualan mie ayam dan baso di Tasikmalaya, untuk membantu penghidupan keluarga tersebut.
Uud (44 tahun) tampak semangat menumbuk buah-buahan dan berbagai bumbu seperti gula merah dan cabai rawit. Panasnya udara Pangandaran, tak menyurutkan semangatnya untuk berjualan. Ia menuturkan, profesi ini hanyalah sampingan yang telah dijalani sejak tahun 1975, sejak lulus dari Sekolah Rakyat.. Sebenarnya, profesi utama Uud adalah berjualan pakaian.
Dulu, sebelum berjualan di Pangandaran, Uud sempat “ngider” di Tasikmalaya, membawa bakul rujak bebeknya. Tapi, sekitar tahun 1984, Uud pun hijrah ke Pangandaran karena melihat potensi berjualan yang lebih besar. Sejak pukul 9 pagi hingga 4 sore, Uud berkeliling Pangandaran, menawarkan jajanan yang segar dan pedas tersebut.
Dari profesinya ini, Uud bisa memperoleh penghasilan hingga 400.000 rupiah dalam sehari. Jika dikurangi modal yang harus dikeluarkan, dalam sehari Uud mendapatkan keuntungan 200.000 rupiah. Jumlah keuntungan yang diperoleh Uud dari berjualan rujak bebek, ternyata jauh lebih besar dibandingkan keuntungannya berjualan baju. “Kalau jualan baju mah banyak yang kredit ataupun ngutang, jadi keuntungannya sedikit,” ujar Uud sambil mengiris-iris buah kedondong. Meski saat ini usaha jualan baju yang ditekuninya telah merambah Kota Lampung, Uud tetap mengandalkan keuntungan dari berjualan rujak bebek.
Untuk mempertahankan penghasilannya, Uud pun terpaksa harus hidup jauh dari keluarganya. Uud pulang ke Tasikmalaya dalam jangka waktu sebulan sekali. Sedangkan untuk mengevaluasi dagangannya di Lampung, Uud biasanya pergi ke kota di Pulau Sumatera tersebut 3 bulan sekali.
Dari hasil berjualan rujak bebek, Uud bisa menyekolahkan anaknya hingga ke perguruan tinggi. Saat ini, pria lulusan Sekolah Rakyat atau SR ini, memiliki 3 orang anak. Anak pertamanya sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi, anak keduanya di STM, dan anak ketiganya di Sekolah Dasar.
Upaya untuk menyekolahkan anak dan menghidupi keluarganya tidak hanya dilakukan Uud. Istri Uud kini pun berjualan mie ayam dan baso di Tasikmalaya, untuk membantu penghidupan keluarga tersebut.
(C-002) file Bisnis Bandung ed.7 bln. Februari 2011
Produksi Ikan dari Saguling dan Cirata Turun Akibat Kualitas Air Memburuk
BANDUNG, BB --- Budi daya ikan pada keramba jaring apung (KJA) yang dikelola para petani di bendungan PLTA Saguling dan Cirata, cenderung terus merugi, akibat limbah industri dan rumah tangga yang dibuang ke Sungai Citarum yang menjadi sumber air kedua bendungan. Budi daya KJA merupakan kebijakan alternatip setelah warga yang lahan dan permukimannya tergenang kedua pembangkit listrik itu, menolak bertransmigrasi.
PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) Saguling yang dibangun tahun 1985, menggenang lahan seluas 6.300 hektar dengan jumlah penduduk yang harus meninggalkan area tsb lebih dari 10.000 kepala keluarga. Kemudian PLTA Cirata dibangunan pada tahun 1988 dengan luas areal sekitar 6.700 hektar dengan jumlah penduduk yang harus meninggalkan kampung halamannya sebanyak 27.800 orang atau sekitar 6.335 KK.
Dr.Ir Kusnadi Wikarta, peneliti dari Fakultas Pertanian Unpad kepada BB yang menghubunginya mengatakan, kebijakan pemerintah untuk memukimkan penduduk yang terkena dampak proyek tersebut antara lain melalui transmigrasi. Namun hanya 3% yang terkena proyek PLTA Saguling yang bersedia transmigrasi, sementara yang terkena PLTA Cirata hanya 11 % yang bersedia . Mereka sebagian besar memilih bermukim di daerah sekitar bendungan.
Untuk mengatasi permasalah itu, pihak PLN merekomendasikan untuk menjadikan area genangan sebagai sumber penghidupan melalui pengembangan perikanan tangkap (fish capture) dan budi daya ikan keramba jaring terapung (floating net cage aquaculture).
Menurut Kusnadi, KJA sejalan dengan program pemerintah tentang revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan. Idealnya program itu untuk mendorong kesejahteraan rakyat. Limbah industri, rumah tangga yang dibuang ke aliran sungai dan bermuara di bendungan Saguling dan Cirata berpengaruh terhadap kualitas air yang berdampak pada produksi ikan. Dalam kurun waktu empat tahun terakhir, dari sekitar 12.000 KJA hanya mampu berproduksi antara 3.000 sampai 4000 ton/tahun, sedang sebelumnya mampu menghasilkan antara 5000 – 8000 ton/tahun. Turunnya kualitas air akibat tercemar limbah, petani melakukan alih pengembangan ikan. Semula dikembangkan ikan emas, tapi karena jenis ikan ini kurang kuat, petani melakukan adaptasi usaha dengan mengembangkan ikan nila, patin, lele, gurame dan ikan boboso. Jenis ikan ini agak tahan hidup pada kualitas air yang tercemar limbah.
Dari penjualan jenis ikan terebut , petani masih bisa mendapatkan hasil rata-rata antara Rp 700.000,00 sampai Rp 1.250.000,00/kolam ukuran 7x 7 x 2,5 meter.
Para petani ikan di area bendungan Saguling dan Cirata, sebagian besar meninggalkan usahanya. “Untuk mempertahankan usahanya, petani melakukan pengurangan jumlah penebaran bibit. Selain mengganti penebaran ikan emas dengan jenis ikan yang tahan terhadap pencemaran,” tutur Kusnadi Wikarta.
Beban Pencemaran Meningkat .
Menjawab pertanyaan tentang beban pencemaran yang masuk ke bendungan Saguling dan Cirata, Kusnadi Wikarta mengemukakan, pencemaran air bendungan Saguling dan Cirata ada beberapa penyebabnya. Diantaranya, pencemaran yang berasal dari pakan ikan serta dari luar (aliran air ) yang masuk ke bendungan berupa limbah industri, limbah pasar, pertanian dan limbah rumah tangga (cair dan sampah). Pencemaran dari sungai berasal dari daerah aliran sungai (DAS) Citarik, Cikapundung, Cisarea. Cisangkuy, Ciwidey, Cihaur dan Ciminyak.
Berdasar hasil penelitiannya Kusnadi memperkirakan, potensi limbah/sampah yang masuk ke perairan PLTA Saguling khususnya, akan terus meningkat. Tendensi itu mulai terdeteksi sejak tahun 2000, jumlah limbah/sampah mencapai 360.904 m2/tahun. Dan tahun 2010 lalu mencapai 6.862.643 m2/tahun
Keterangan yang diperoleh BB, dari sekitar 500 industri, 80% berada di kawasan DAS Citarum, tersebar di wilayah Bandung Timur, Majalaya, Banjaran dan Cimahi. Kurang lebih 75 % adalah industri tekstil, lainnnya berupa industri makanan/minuman, farmasi , industri logam, rumah sakit dan rumah potong hewan.
PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) Saguling yang dibangun tahun 1985, menggenang lahan seluas 6.300 hektar dengan jumlah penduduk yang harus meninggalkan area tsb lebih dari 10.000 kepala keluarga. Kemudian PLTA Cirata dibangunan pada tahun 1988 dengan luas areal sekitar 6.700 hektar dengan jumlah penduduk yang harus meninggalkan kampung halamannya sebanyak 27.800 orang atau sekitar 6.335 KK.
Dr.Ir Kusnadi Wikarta, peneliti dari Fakultas Pertanian Unpad kepada BB yang menghubunginya mengatakan, kebijakan pemerintah untuk memukimkan penduduk yang terkena dampak proyek tersebut antara lain melalui transmigrasi. Namun hanya 3% yang terkena proyek PLTA Saguling yang bersedia transmigrasi, sementara yang terkena PLTA Cirata hanya 11 % yang bersedia . Mereka sebagian besar memilih bermukim di daerah sekitar bendungan.
Untuk mengatasi permasalah itu, pihak PLN merekomendasikan untuk menjadikan area genangan sebagai sumber penghidupan melalui pengembangan perikanan tangkap (fish capture) dan budi daya ikan keramba jaring terapung (floating net cage aquaculture).
Menurut Kusnadi, KJA sejalan dengan program pemerintah tentang revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan. Idealnya program itu untuk mendorong kesejahteraan rakyat. Limbah industri, rumah tangga yang dibuang ke aliran sungai dan bermuara di bendungan Saguling dan Cirata berpengaruh terhadap kualitas air yang berdampak pada produksi ikan. Dalam kurun waktu empat tahun terakhir, dari sekitar 12.000 KJA hanya mampu berproduksi antara 3.000 sampai 4000 ton/tahun, sedang sebelumnya mampu menghasilkan antara 5000 – 8000 ton/tahun. Turunnya kualitas air akibat tercemar limbah, petani melakukan alih pengembangan ikan. Semula dikembangkan ikan emas, tapi karena jenis ikan ini kurang kuat, petani melakukan adaptasi usaha dengan mengembangkan ikan nila, patin, lele, gurame dan ikan boboso. Jenis ikan ini agak tahan hidup pada kualitas air yang tercemar limbah.
Dari penjualan jenis ikan terebut , petani masih bisa mendapatkan hasil rata-rata antara Rp 700.000,00 sampai Rp 1.250.000,00/kolam ukuran 7x 7 x 2,5 meter.
Para petani ikan di area bendungan Saguling dan Cirata, sebagian besar meninggalkan usahanya. “Untuk mempertahankan usahanya, petani melakukan pengurangan jumlah penebaran bibit. Selain mengganti penebaran ikan emas dengan jenis ikan yang tahan terhadap pencemaran,” tutur Kusnadi Wikarta.
Beban Pencemaran Meningkat .
Menjawab pertanyaan tentang beban pencemaran yang masuk ke bendungan Saguling dan Cirata, Kusnadi Wikarta mengemukakan, pencemaran air bendungan Saguling dan Cirata ada beberapa penyebabnya. Diantaranya, pencemaran yang berasal dari pakan ikan serta dari luar (aliran air ) yang masuk ke bendungan berupa limbah industri, limbah pasar, pertanian dan limbah rumah tangga (cair dan sampah). Pencemaran dari sungai berasal dari daerah aliran sungai (DAS) Citarik, Cikapundung, Cisarea. Cisangkuy, Ciwidey, Cihaur dan Ciminyak.
Berdasar hasil penelitiannya Kusnadi memperkirakan, potensi limbah/sampah yang masuk ke perairan PLTA Saguling khususnya, akan terus meningkat. Tendensi itu mulai terdeteksi sejak tahun 2000, jumlah limbah/sampah mencapai 360.904 m2/tahun. Dan tahun 2010 lalu mencapai 6.862.643 m2/tahun
Keterangan yang diperoleh BB, dari sekitar 500 industri, 80% berada di kawasan DAS Citarum, tersebar di wilayah Bandung Timur, Majalaya, Banjaran dan Cimahi. Kurang lebih 75 % adalah industri tekstil, lainnnya berupa industri makanan/minuman, farmasi , industri logam, rumah sakit dan rumah potong hewan.
(B-003) *** file : BISNIS BANDUNG ed. 7 bln. Februari 2011
Keluarga Berencana dan Krisis Pangan
BANDUNG (BB) --- Pertumbuhan penduduk di Jawa Barat hingga saat ini masih menjadi permasalahan. Oleh karena itu, Gubernur Jawa Barat menargetkan, tahun 2011 angka kelahiran turun sekitar 0,3% hingga 0,5%. Hal tersebut terungkap dalam Rakerda Program KB di Pangandaran, Selasa siang.
Saat ini, di Indonesia, setidaknya 4 koma 5 juta bayi lahir dalam setahun, 25 persen di antaranya lahir di Jawa Barat. Tingginya angka kelahiran mengakibatkan masalah yang cukup serius dalam hal pembangunan. Implikasi yang dikhawatirkan dari tingginya angka kelahiran, yaitu tidak adanya fasilitas kehidupan yang memadai. ”Pertambahan penduduk tidak terkendali mengakibatkan krisis pangan, meningkatnya angka kriminalitas, dan kualitas pendidikan tak terperhatikan, itu akan jadi masalah,” ujar Ahmad Heryawan. Oleh karena itu, pertumbuhan penduduk harus dikendalikan.
Pada tahun 2010, penurunan angka kemiskinan hampir mencapai 1%. ”Program pendidikan, kesehatan, keberpihakan kepada infrastruktur, pertanian secara menyeluruh, perdagangan dan investasi, itu semua mempengaruhi tingkat angka kemiskinan,” kata Ahmad Heryawan,” jadi program mengurangi kemiskinan merupakan program multi-steakholder,”kata Gubernur Jabar pada acara Jumpa Bergembira para kader KB se-Jabar yang diikuti sekitar 4.000 orang.
Saat ini, di Indonesia, setidaknya 4 koma 5 juta bayi lahir dalam setahun, 25 persen di antaranya lahir di Jawa Barat. Tingginya angka kelahiran mengakibatkan masalah yang cukup serius dalam hal pembangunan. Implikasi yang dikhawatirkan dari tingginya angka kelahiran, yaitu tidak adanya fasilitas kehidupan yang memadai. ”Pertambahan penduduk tidak terkendali mengakibatkan krisis pangan, meningkatnya angka kriminalitas, dan kualitas pendidikan tak terperhatikan, itu akan jadi masalah,” ujar Ahmad Heryawan. Oleh karena itu, pertumbuhan penduduk harus dikendalikan.
Pada tahun 2010, penurunan angka kemiskinan hampir mencapai 1%. ”Program pendidikan, kesehatan, keberpihakan kepada infrastruktur, pertanian secara menyeluruh, perdagangan dan investasi, itu semua mempengaruhi tingkat angka kemiskinan,” kata Ahmad Heryawan,” jadi program mengurangi kemiskinan merupakan program multi-steakholder,”kata Gubernur Jabar pada acara Jumpa Bergembira para kader KB se-Jabar yang diikuti sekitar 4.000 orang.
BERKAITAN dengan itu, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat, H. Rukman Heryana dalam laporannya menjelaskan, tahun 2010, jumlah peserta KB di Jawa Barat mencapai 6,7 juta akseptor. Tahun 2011, ditargetkan, jumlah peserta KB naik hingga 400 akseptor.
Untuk pencapaian tersebut, pemerintah Provinsi Jawa Barat mengganggarkan dana sebesar 10 milyar rupiah. Anggaran tersebut di antaranya untuk memperkuat posisi PLKB, Pos KB, institusi KB, dan bidan desa di Jawa Barat. Kepala BKKBN Jawa Barat, Drs. Rukman Heryana, M.M. mengatakan, salah satu upaya untuk mengendalikan angka kelahiran, bupati walikota di Jawa Barat menambah jumlah PLKB setidaknya 200 orang perwilayah.
(C-002)*** file : BISNIS BANDUNG ed.7 bln. Februari 2011
Menakertrans Resmikan Balai Pelayanan TKI Terpadu Jawa Barat
BANDUNG, (BB) --Permasalahan tenaga kerja terutama TKI yang bekerja di luar negeri, merupakan salah satu masalah yang hingga kini masih terus terjadi. Menjadi TKI memiliki daya tarik tersendiri bagi sebagian masyarakat Indonesia, di antaranya masalah gaji yang lebih besar. Untuk menghindari pemalsuan dokumen calon TKI , meminimalisasi percaloan, dan mencegah pengiriman TKI illegal, Menteri Tenaga Kerja dan transmigrasi muhaimin iskandar, meresmikan Balai Pelayanan TKI Terpadu Jawa Barat, Rabu kemarin. Peresmian dihadiri juga oleh Gubernur Jabar Achmad Heryawan, Wagub Jabar Dede Yusuf, dan Kadisnakertrans Jabar, Mustafa Djamaludin.
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar mengatakan ”Pelayanan ini mencakup pendataan proses dokumen calon TKI yang bekerja di luar negeri, data kepulangan TKI, serta data pengaduan permasalan TKI..” Sistem pelayanan terpadu ini merupakan dan menjadi projek percontohan di Indonesia. Pelayanan online satu atap, menjadi langkah awal menghindari pemalsuan dokumen calon TKI dan mengurangi resiko pengiriman TKI illegal.
Melaui sistem ini, pendataan TKI dilakukan melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, selanjutnya akan terpusat pada sistem pendataan BNP2TKI. Setiap data yang masuk selanjutnya dapat diakses di Dinas Tenaga Kerja Kabupaten/ Kota di Jawa Barat. Pelayanan sistem online ini sangat diperlukan oleh daerah yang menjadi kantong TKI, agar keberadaan calon TKI dapat diketahui secara pasti. Ke depannya Balai Pelayanan TKI Terpadu seperti ini akan dibangun di seluruh Indonesia.
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Muhaimin Iskandar mengatakan ”Pelayanan ini mencakup pendataan proses dokumen calon TKI yang bekerja di luar negeri, data kepulangan TKI, serta data pengaduan permasalan TKI..” Sistem pelayanan terpadu ini merupakan dan menjadi projek percontohan di Indonesia. Pelayanan online satu atap, menjadi langkah awal menghindari pemalsuan dokumen calon TKI dan mengurangi resiko pengiriman TKI illegal.
Melaui sistem ini, pendataan TKI dilakukan melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, selanjutnya akan terpusat pada sistem pendataan BNP2TKI. Setiap data yang masuk selanjutnya dapat diakses di Dinas Tenaga Kerja Kabupaten/ Kota di Jawa Barat. Pelayanan sistem online ini sangat diperlukan oleh daerah yang menjadi kantong TKI, agar keberadaan calon TKI dapat diketahui secara pasti. Ke depannya Balai Pelayanan TKI Terpadu seperti ini akan dibangun di seluruh Indonesia.
(D-016) *** file BISNIS BANDUNG edisi 7 Bln. Februari 2011
Tuesday, February 8, 2011
Kerajinan Bambu Ukir Punya Pasar Luas
KITA tidak merasa asing lagi melihat pohon bambu saat dalam perjalanan. Lebih sering lagi kita temui rumpun bambu di hutan belukar, ngarai, tepi sungai atau di dataran rendah yang panas. Pada musim hujan, pohon yang termasuk klasifikasi rumput ini, tampak begitu rimbun menyedapkan mata. Saat musim panas, daunnya sebagian menguning tatkala rumput sekitarnya terbakar matahari.
Penyebaran yang luas memungkinkan banyak sekali penggunaan bambu untuk tujuan yang berbeda, diantaranya untuk sumpit di kawasan Asia Timur seperti Jepang dan Korea, bahan anyaman untuk wadah, perangkap ikan, sampai alat musik dan obor penerangan. Bambu juga biasa dipakai untuk pagar rumah. Ada beraneka pohon bambu, dari jenis petung, apus, tulup, bambu kuning dan banyak lagi variannya. Bambu memiliki serat paling banyak dibandingkan jenis kayu lainnya.
Di tangan Nandang, bambu atau awi dalam bahasa Sunda, bisa dibuat menjadi sebuah kerajinan yang menghasilkan karya indah dan bermanfaat. Awalnya, pria berusia 60 tahun ini adalah karyawan pabrik. Sejak lama Nandang memiliki hobi mengukir benda dari bahan kayu. Namun beberapa tahun ini, sejak meninggalkan pekerjaannya sebagai buruh pabrik, bapak satu anak ini mencoba menggunakan media lain untuk mengukir, yaitu bambu.
Sudah banyak kerajinan bambu ukir yang dihasilkannya. Salah satunya adalah ukiran bambu yang memiliki relief berupa ular naga. Tidak hanya itu, Nandang pun menghasilkan beberapa karya lain, di antaranya ukiran kaligrafi, vas bunga, gelas, hiasan dinding dan masih banyak ragam yang lainnya yang terbuat dari bambu.
Waktu yang dibutuhkan untuk pembuatan satu buah ukiran dari bambu, tergantung ukuran dan tingkat kesulitan pada bentuk yang diinginkan. Nandang bisa membuat sebuah ukiran bambu dalam waktu dua jam saja. Namun untuk ukiran dengan tingkat kesulitan tinggi dan berukuran tinggi 3 meter, Nandang membutuhkan waktu tak kurang dari 5 hari.
Proses pembuatannya dilakukan seorang diri, di tempat kediamannya di kawasan Tanjungsari, Kabupaten Sumedang. Hanya dengan beberapa alat ukir saja, ia bisa membuat ukiran dari media bambu tersebut. Nandang menuturkan hasil kerajinan bambu ukir yang dibuatnya belum dipasarkan secara luas di masyarakat umum. Kendati demikian, Nandang mengaku sudah ada peminat dari negara tetangga atas hasil kerajinan bambu ukirnya.
Berbagai jenis kerajinan bambu ukir ini harga jualnya berbeda-beda, tergantung tingkat kesulitannya. Harga terendah adalah 50 ribu rupiah, hingga bernilai jutaan rupiah. Nandang mengatakan masih banyak hotel, restoran dan rumah makan khas Sunda yang tidak dilengkapi hiasan ornamen bambu. Padahal kerajinan bambu identik dengan budaya Sunda. Nandang berharap hasil karyanya dengan bentuk yang berbeda dari kerajinan bambu lainnya, dapat bermanfaat sebagai hiasan di tempat-tempat tadi, atau bahkan di rumah sendiri.
[D-025] *** file BISNIS BANDUNG 2011
Jawa Barat Sulit Untuk Lepas dari Pengangguran
BANDUNG,(BB) – Jawa Barat sejauh ini masih mengalami kesulitan untuk mengatasi jumlah pengangguran. Saat ini, di JawaBarat terdapat sekitar tiga juta penganggur murni. Tingkat pengangguran yang cukup tinggi ini telah menimbulkan berbagai dampak sosial.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jabar, Drs.H.Mustopa Djamaludin.MSi menjawab pertanyaan BB mengatakan, tingkat pengangguran di Jabar sejauh ini memang cukup tinggi dan tidak berkurang. Itu karena Jabar merupakan daerah migrasi penduduk . Mereka datang untuk mengadu nasib di kota/kabupaten wilayah Jawa Barat. Misalnya , Kota Bandung sebagai ibukota provinsi sangat merasakan dampak dari migrasi penduduk tersebut.
Menurut Mustopa, berdasar hasil pencacahan, pada tahun 2011 akan ada sekitar 550.000 kesempatan kerja. Dari jumlah kesempatan kerja sebanyak itu, 60% untuk kebutuhan sektor informal.Antara lain untuk bidang jasa kontruksi, perumahan, jaringan jalan, moda angkutan dan untuk jasa kuliner. Untuk perumahan, pada tahun 2011 ini di Jawa Barat akan dibangun sekitar 60.000 rumah dalam berbagai tipe
Pada tanggal 9 Pebruari 2011 mendatang, pihak Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi bekerjasama dengan APJATI akan melakukan launching Balai Pelayanan Terpadu.
Balai ini sebagai pusat informasi yang membangun jaringan dengan badan/instansi terkait , seperti BKPMD, Kadin, investor juga jaringan antar negara . Balai Pelayanan Terpadu (BPT) di Jabar baru ada di dua kota, yakni di Sukabumi dan Subang.
Para investor atau lembaga yang membutuhkan tenaga kerja tinggal menghubungi BPT.
Terkait dengan upaya untuk mencetak tenaga kerja terampil, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jabar mengatakan, akan menghidupkan kembali mobil keliling Balai Latihan Kerja yang akan mengunjungi pelosok pedesaan. Peserta didik akan dilatih keterampilan sesuai dengan kebutuhan atau celah pasar .
“Mulai dari keterampilan service dynamo, pemasangan instalasi listrik , service tv, service hp, konpeksi, tatarias wajah/penganten dan tataboga,” tutur Mustopa memberi gambaran tentang materi latihan.
Penerapan materi itu, sejalan dengan perkembangan kebutuhan tenaga terampil di pedesaan. Saat ini kepemilikan sepeda motor contohnya, sudah meluas sampai kepelosok desa yang jauh dari jangkauan bengkel besar sepeda motor. Ada sekitar 6 juta sepeda beredar di wilayah Jawa Barat. Melihat peredaran sepeda motor di pedesaan, ini merupakan celah usaha untuk membuka bengkel.
Wirausaha Mandiri
Lebih lanjut dikatakan, selain menyelenggarakan pendidikan keterampilan dengan
mengirim petugas mobil keliling Balai Latihan Kerja ke pedesaan. Pihak Disnaker juga mendorong lembaga/penyelengara pendidikan keterampilan untuk fokus dalam memberi materi pada bidang yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Jika mendidik calon wirausaha, diarahkan untuk menjadi wirausaha yang mandiri. Begitu halnya dalam mempersiapkan tenaga kerja yang akan dikirim ke luar negeri.
Selama ini menurut Mustopa, banyak masalah yang mencuat menimpa tenaga kerja di luar negeri karena beberapa faktor. Mulai masalah bahasa, keterampilan , pengetahuan mengenai peralatan rumah tangga dan budaya. Tambahan ilmu pengetahuan dan keterampilan disesuaikan dengan negara yang membutuhkan. Untuk negara-negara Arab, calon tenaga kerja tentu harus mampu atau menguasai bahasa Arab atau bahasa mandarin untuk negara yang berbahasa Cina, seperti Hongkong dan Taiwan.
Pengetahuan mengenai peralatan rumah tangga juga tidak kalah pentingnya, diantaranya cara penggunaan setrika uap, mesin cuci serta alat masak makanan sampai alat pemanas air. Dari ketidak tahuan menggunakan peralatan dapur tersebut tidak jarang mencuatkan masalah.
“Karena tidak tahu cara penggunaan setrika uap, kain yang tengah dihaluskan jadi rusak. Kejadian tersebut, tentu saja bisa menimbulkan kemarahan si pemilik pakaian,” ungkap Mustopa mencontohkan hal seperti sepele, tapi dapat mencuatkan masalah antara majikan dan pekerja.
Tahun lalu jumlah kesempatan kerja mencapai sekitar 480 juta dengan rincian kebutuhan untuk jasa konstruksi 300.000 orang , transmigrasi 685 kepala keluarga, BPPMD 100.000 orang, angkatan kerja antar negara (AKAN) 24.000 orang, angkatan kerja antar daerah (AKAD) 12.000 orang dan AKL 47.000 orang. Sementara antara tahun 2005 – 2008, sejumlah pekerja mengikuti program magang di Jepang setelah melalui proses seleksi. Pada tahun 2005 jumlah peserta yang mengikuti seleksi magang sebanyak 1800 orang-diterima 200 orang, tahun 2006 peserta seleksi 700 orang – diterima 160 orang, 2007 peserta seleksi 920 orang – diterima 114 orang dan tahun 2008 peserta seleksi sebanyak 800 orang – diterima 115 orang.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jabar, Drs.H.Mustopa Djamaludin.MSi menjawab pertanyaan BB mengatakan, tingkat pengangguran di Jabar sejauh ini memang cukup tinggi dan tidak berkurang. Itu karena Jabar merupakan daerah migrasi penduduk . Mereka datang untuk mengadu nasib di kota/kabupaten wilayah Jawa Barat. Misalnya , Kota Bandung sebagai ibukota provinsi sangat merasakan dampak dari migrasi penduduk tersebut.
Menurut Mustopa, berdasar hasil pencacahan, pada tahun 2011 akan ada sekitar 550.000 kesempatan kerja. Dari jumlah kesempatan kerja sebanyak itu, 60% untuk kebutuhan sektor informal.Antara lain untuk bidang jasa kontruksi, perumahan, jaringan jalan, moda angkutan dan untuk jasa kuliner. Untuk perumahan, pada tahun 2011 ini di Jawa Barat akan dibangun sekitar 60.000 rumah dalam berbagai tipe
Pada tanggal 9 Pebruari 2011 mendatang, pihak Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi bekerjasama dengan APJATI akan melakukan launching Balai Pelayanan Terpadu.
Balai ini sebagai pusat informasi yang membangun jaringan dengan badan/instansi terkait , seperti BKPMD, Kadin, investor juga jaringan antar negara . Balai Pelayanan Terpadu (BPT) di Jabar baru ada di dua kota, yakni di Sukabumi dan Subang.
Para investor atau lembaga yang membutuhkan tenaga kerja tinggal menghubungi BPT.
Terkait dengan upaya untuk mencetak tenaga kerja terampil, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jabar mengatakan, akan menghidupkan kembali mobil keliling Balai Latihan Kerja yang akan mengunjungi pelosok pedesaan. Peserta didik akan dilatih keterampilan sesuai dengan kebutuhan atau celah pasar .
“Mulai dari keterampilan service dynamo, pemasangan instalasi listrik , service tv, service hp, konpeksi, tatarias wajah/penganten dan tataboga,” tutur Mustopa memberi gambaran tentang materi latihan.
Penerapan materi itu, sejalan dengan perkembangan kebutuhan tenaga terampil di pedesaan. Saat ini kepemilikan sepeda motor contohnya, sudah meluas sampai kepelosok desa yang jauh dari jangkauan bengkel besar sepeda motor. Ada sekitar 6 juta sepeda beredar di wilayah Jawa Barat. Melihat peredaran sepeda motor di pedesaan, ini merupakan celah usaha untuk membuka bengkel.
Wirausaha Mandiri
Lebih lanjut dikatakan, selain menyelenggarakan pendidikan keterampilan dengan
mengirim petugas mobil keliling Balai Latihan Kerja ke pedesaan. Pihak Disnaker juga mendorong lembaga/penyelengara pendidikan keterampilan untuk fokus dalam memberi materi pada bidang yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Jika mendidik calon wirausaha, diarahkan untuk menjadi wirausaha yang mandiri. Begitu halnya dalam mempersiapkan tenaga kerja yang akan dikirim ke luar negeri.
Selama ini menurut Mustopa, banyak masalah yang mencuat menimpa tenaga kerja di luar negeri karena beberapa faktor. Mulai masalah bahasa, keterampilan , pengetahuan mengenai peralatan rumah tangga dan budaya. Tambahan ilmu pengetahuan dan keterampilan disesuaikan dengan negara yang membutuhkan. Untuk negara-negara Arab, calon tenaga kerja tentu harus mampu atau menguasai bahasa Arab atau bahasa mandarin untuk negara yang berbahasa Cina, seperti Hongkong dan Taiwan.
Pengetahuan mengenai peralatan rumah tangga juga tidak kalah pentingnya, diantaranya cara penggunaan setrika uap, mesin cuci serta alat masak makanan sampai alat pemanas air. Dari ketidak tahuan menggunakan peralatan dapur tersebut tidak jarang mencuatkan masalah.
“Karena tidak tahu cara penggunaan setrika uap, kain yang tengah dihaluskan jadi rusak. Kejadian tersebut, tentu saja bisa menimbulkan kemarahan si pemilik pakaian,” ungkap Mustopa mencontohkan hal seperti sepele, tapi dapat mencuatkan masalah antara majikan dan pekerja.
Tahun lalu jumlah kesempatan kerja mencapai sekitar 480 juta dengan rincian kebutuhan untuk jasa konstruksi 300.000 orang , transmigrasi 685 kepala keluarga, BPPMD 100.000 orang, angkatan kerja antar negara (AKAN) 24.000 orang, angkatan kerja antar daerah (AKAD) 12.000 orang dan AKL 47.000 orang. Sementara antara tahun 2005 – 2008, sejumlah pekerja mengikuti program magang di Jepang setelah melalui proses seleksi. Pada tahun 2005 jumlah peserta yang mengikuti seleksi magang sebanyak 1800 orang-diterima 200 orang, tahun 2006 peserta seleksi 700 orang – diterima 160 orang, 2007 peserta seleksi 920 orang – diterima 114 orang dan tahun 2008 peserta seleksi sebanyak 800 orang – diterima 115 orang.
(B-003)*** BISNIS BANDUNG edisi 6 bulan Februari 2011
Produk Berbahan Baku Rotan Menyumbang Devisa Negara Cukup Besar
Eksportir sebagian besar berada di wilayah Cirebon, Jawa Barat.
BANDUNG,BB - Produk berbahan baku rotan merupakan salah satu aset yang menjadi ciri khas Jawa Barat yang perlu dikembangkan dan dilestarikan keberadaannya. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan sehingga produk rotan dapat bersaing dikancah internasional, salah satu diantaranya yaitu melalui desain produk yang di hasilkannya. Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan berkomitmen untuk terus mendorong pengembangan industri kerajinan berbahan baku rotan. Apalagi, industri seat rotan merupakan salah satu aset pembangunan ekonomi Jawa Barat dan nasional, sekaligus menyumbang devisa negara yang cukup besar.
“Pemerintah Jawa Barat mendukung segala upaya untuk mendorong kembali industri rotan sebagai salah satu sumber pertumbuhan ekonomi masyarakat. Tentunya dibutuhkan perhatian serta sinergitas di antara segenap stake holders, baik pemerintah, pelaku bisnis, masyarakat maupun perguruan tinggi untuk bersama mengatasi berbagai permasalahan tersebut,” kata Heryawan, dalam sambutannya pada acara Pameran dan Penganugerahan Kompetisi Desain Produk Rotan tahun 2010 di Gedung New Majestic, Jalan Braga, Kota Bandung , Jumat lalu.
Gubernur mengatakan, sangat disayangkan bila dalam kurun waktu dua tahun terakhir ini, perkembangan industri funiture rotan kurang menggembirakan. Sehingga perlu upaya bersama dalam mendongkrak kembali perkembangan industri rotan nasional, khususnya di Jawa Barat. Salah satunya melalui gerakan cinta produk dalam negeri, pengembangan industri rotan, send teknologi, inovasi, dan informasi yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat diperoleh keterangan, tahun 2010 lalu, dalam konstelasi nasional, nilai ekspor produk seat dan kerajinan Indonesia mengalami penurunan sebesar 15,25 persen. Pada tahun 2009, nilai ekspor seat 2,249 triliun dolar AS, dimana kontribusi dari produk berbahan baku rotan mencapai 7,84 persen, kayu sebesar 59,48 persen dan steel sebesar 8,10 persen, dengan negara tujuan Amerika Serikat (AS) sebesar 25,96 persen, Perancis 10,89 persen, dan Jepang sebesar 10,81 persen.
Dari keseluruhan nilai ekspor seat yang begitu besar itu, ternyata kontribusi para pengusaha eksportir seat berbahan baku rotan adalah terbesar mencapai 60 persen (413 perusahaan) yang berada di wilayah Cirebon, Jawa Barat. “Tidaklah mengherankan, jika industri rotan di Cirebon menjadi andalan masyarakat dengan menyerap tenaga kerja yang cukup banyak, serta mampu meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat,” tutur Heryawan .
Heryawan mengingatkan pemerintah daerah dan instansi di seluruh kabupaten/kota se-Jawa Barat, agar senantiasa memberi dukungan dalam pengembangan usaha para pengrajin rotan, serta turut memfasilitasi kepentingannya, baik dalam kegiatan promosi, penyediaan peralatan, bantuan permodalan maupun pelatihan industri rotan.
BANDUNG,BB - Produk berbahan baku rotan merupakan salah satu aset yang menjadi ciri khas Jawa Barat yang perlu dikembangkan dan dilestarikan keberadaannya. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan sehingga produk rotan dapat bersaing dikancah internasional, salah satu diantaranya yaitu melalui desain produk yang di hasilkannya. Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan berkomitmen untuk terus mendorong pengembangan industri kerajinan berbahan baku rotan. Apalagi, industri seat rotan merupakan salah satu aset pembangunan ekonomi Jawa Barat dan nasional, sekaligus menyumbang devisa negara yang cukup besar.
“Pemerintah Jawa Barat mendukung segala upaya untuk mendorong kembali industri rotan sebagai salah satu sumber pertumbuhan ekonomi masyarakat. Tentunya dibutuhkan perhatian serta sinergitas di antara segenap stake holders, baik pemerintah, pelaku bisnis, masyarakat maupun perguruan tinggi untuk bersama mengatasi berbagai permasalahan tersebut,” kata Heryawan, dalam sambutannya pada acara Pameran dan Penganugerahan Kompetisi Desain Produk Rotan tahun 2010 di Gedung New Majestic, Jalan Braga, Kota Bandung , Jumat lalu.
Gubernur mengatakan, sangat disayangkan bila dalam kurun waktu dua tahun terakhir ini, perkembangan industri funiture rotan kurang menggembirakan. Sehingga perlu upaya bersama dalam mendongkrak kembali perkembangan industri rotan nasional, khususnya di Jawa Barat. Salah satunya melalui gerakan cinta produk dalam negeri, pengembangan industri rotan, send teknologi, inovasi, dan informasi yang sesuai dengan perkembangan zaman.
Dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat diperoleh keterangan, tahun 2010 lalu, dalam konstelasi nasional, nilai ekspor produk seat dan kerajinan Indonesia mengalami penurunan sebesar 15,25 persen. Pada tahun 2009, nilai ekspor seat 2,249 triliun dolar AS, dimana kontribusi dari produk berbahan baku rotan mencapai 7,84 persen, kayu sebesar 59,48 persen dan steel sebesar 8,10 persen, dengan negara tujuan Amerika Serikat (AS) sebesar 25,96 persen, Perancis 10,89 persen, dan Jepang sebesar 10,81 persen.
Dari keseluruhan nilai ekspor seat yang begitu besar itu, ternyata kontribusi para pengusaha eksportir seat berbahan baku rotan adalah terbesar mencapai 60 persen (413 perusahaan) yang berada di wilayah Cirebon, Jawa Barat. “Tidaklah mengherankan, jika industri rotan di Cirebon menjadi andalan masyarakat dengan menyerap tenaga kerja yang cukup banyak, serta mampu meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat,” tutur Heryawan .
Heryawan mengingatkan pemerintah daerah dan instansi di seluruh kabupaten/kota se-Jawa Barat, agar senantiasa memberi dukungan dalam pengembangan usaha para pengrajin rotan, serta turut memfasilitasi kepentingannya, baik dalam kegiatan promosi, penyediaan peralatan, bantuan permodalan maupun pelatihan industri rotan.
(C-004/D-008)*** BISNIS BANDUNG edisi 6 bulan Februari 2011
Tahun Kelinci Ekonomi Stabil
TAHUN Baru Imlek 2562 jatuh pada hari Kamis, 3 Februari 2011. Besoknya, Jumat, 4 Februari 2011 terjadi estafet shio dari Tahun Macan ke Tahun Kelinci. Menurut kepercayaan Tionghoa, pergantian dari macan ke kelinci membawa perubahan yangt sedikit menggembirakan.
Sesuai dengan sifat kelinci yang licah dan anggun, Tahun Kelinci juga akan ditandai dengan keanggunan, sopan santun, penuh keindahan. Sikap manusia akan lebih santun, lemah lembut, tanpa kekerasan.
Perniagaan atau ekonomi jauh lebih stabil. Kesejahteraan akan lebih baik. Hal itu dikuatkan dengan sesanti Tahun Kelinci yakni “Harta benda Menghiasi Rumah dan Laku Bijak Menghiasi Diri”. Namun menurut tetua di Majlis Agama Konghucu, tidak berarti masyarakat bisa berlaku santai atau seenaknya. Tantangan yang “melawan” Tahun Kelinci itu juga banyak dan berat. Apalagi Tahun Kelinci ini disebut juga Tahun Kelinci Logam. Ada unsur unsur logam pada shio logam yang bisa saja justru menjadi penghalang atau hambatan. Kesejahteraan dan ekonomi yang meningkat, bukan mustahil akan berantakan Tentu saja harapan semua orang, unsure logam pada shio kelinci itu justru menjadi penguat segala kebaikan tahun 2562 ini.
Karena itu sebagai anggota masyarakat, manusia harus selalu membaca diri, introspeksi, dan melakukan perniagaan atau pekerjaan dengan sikap jujur serta selalu berbuat baik, Harapan itu disampaikan jemaat Kelenteng Xie Tian Gong atau Vihara Satya Budhi.
Perayaan Imlek Masuki Tahun Kelinci
Ribuan umat Kong Hu Cu dan turunan Tionghoa, mulai memadati Vihara Satyabudhi di kawasan Sudirman Bandung. Perayaan Tahun Baru Cina atau Imlek dilakukan dengan cara beribadah ke vihara, sambil mengucap syukur, serta pengharapan yang lebih baik di masa depan. Berbagai sesaji berupa dupa hingga buah-buahan dimaknai sebagai persembahan kepada dewa.
Tahun baru kali ini memasuki kejayaan kelinci emas. Berdasarkan mitologi cina atau fengshui, kelinci memiliki sifat cekatan, keindahan, serta keanggunan. Tahun kelinci dipercaya membawa kebaikan dan kedamaian. Hal tersebut akhirnya memberikan harapan agar kedamaian di dunia dapat terwujud.
Perayaan imlek tidak terlepas dengan puluhan pengemis yang telah menunggu di halaman vihara. Adanya budaya memberikan sumbangan atau angpao bagi orang tidak mampu, menjadi alasan puluhan pengemis rela rebutan mendapatkan uang sumbangan dari pengunjung vihara.
Pelepasan Burung Pipit, Simbol Buang Sial
Perayaan Imlek disambut suka cita oleh umat Kong Hu Cu dan turunan Tionghoa. Berbagai tradisi serta mitos selalu berkaitan dengan perayaan imlek. Selain tradisi kue keranjang serta angpao, perayaan Imlek juga mengenai mitos pelepasan burung pipit. Pelepasan burung pipit tersebut merupakan simbol membuang sial, sehingga dalam menjalani sepanjang tahun baru, diharapkan dapat terwujud kehidupan lebih baik. Biasanya, pelepasan burung pipit dilakukan setelah peribadatan di vihara.
Mitos pelepasan burung pipit memberikan keuntungan tersendiri bagi penjual burung pipit, salah satunya Cece. Cece merupakan pedagang burung pipit yang telah berjualan di Vihara Satyabudhi Bandung, sejak enam tahun lalu. Satu burung pipit ia hargai berkisar seribu rupiah. Biasanya, pengunjung vihara membeli burung pipit hingga puluhan ekor.
Diakui Cece, perayaan imlek tahun ini tidak seramai tahun lalu. Tahun lalu, ia bisa menjual burung hingga 4 ribu ekor. Namun, tahun ini ia baru menjual seribu ekor. Ribuan burung pipit Cece dapatkan dari beberapa daerah, diantaranya Ciwidey dan Cimahi.
Sesuai dengan sifat kelinci yang licah dan anggun, Tahun Kelinci juga akan ditandai dengan keanggunan, sopan santun, penuh keindahan. Sikap manusia akan lebih santun, lemah lembut, tanpa kekerasan.
Perniagaan atau ekonomi jauh lebih stabil. Kesejahteraan akan lebih baik. Hal itu dikuatkan dengan sesanti Tahun Kelinci yakni “Harta benda Menghiasi Rumah dan Laku Bijak Menghiasi Diri”. Namun menurut tetua di Majlis Agama Konghucu, tidak berarti masyarakat bisa berlaku santai atau seenaknya. Tantangan yang “melawan” Tahun Kelinci itu juga banyak dan berat. Apalagi Tahun Kelinci ini disebut juga Tahun Kelinci Logam. Ada unsur unsur logam pada shio logam yang bisa saja justru menjadi penghalang atau hambatan. Kesejahteraan dan ekonomi yang meningkat, bukan mustahil akan berantakan Tentu saja harapan semua orang, unsure logam pada shio kelinci itu justru menjadi penguat segala kebaikan tahun 2562 ini.
Karena itu sebagai anggota masyarakat, manusia harus selalu membaca diri, introspeksi, dan melakukan perniagaan atau pekerjaan dengan sikap jujur serta selalu berbuat baik, Harapan itu disampaikan jemaat Kelenteng Xie Tian Gong atau Vihara Satya Budhi.
Perayaan Imlek Masuki Tahun Kelinci
Ribuan umat Kong Hu Cu dan turunan Tionghoa, mulai memadati Vihara Satyabudhi di kawasan Sudirman Bandung. Perayaan Tahun Baru Cina atau Imlek dilakukan dengan cara beribadah ke vihara, sambil mengucap syukur, serta pengharapan yang lebih baik di masa depan. Berbagai sesaji berupa dupa hingga buah-buahan dimaknai sebagai persembahan kepada dewa.
Tahun baru kali ini memasuki kejayaan kelinci emas. Berdasarkan mitologi cina atau fengshui, kelinci memiliki sifat cekatan, keindahan, serta keanggunan. Tahun kelinci dipercaya membawa kebaikan dan kedamaian. Hal tersebut akhirnya memberikan harapan agar kedamaian di dunia dapat terwujud.
Perayaan imlek tidak terlepas dengan puluhan pengemis yang telah menunggu di halaman vihara. Adanya budaya memberikan sumbangan atau angpao bagi orang tidak mampu, menjadi alasan puluhan pengemis rela rebutan mendapatkan uang sumbangan dari pengunjung vihara.
Pelepasan Burung Pipit, Simbol Buang Sial
Perayaan Imlek disambut suka cita oleh umat Kong Hu Cu dan turunan Tionghoa. Berbagai tradisi serta mitos selalu berkaitan dengan perayaan imlek. Selain tradisi kue keranjang serta angpao, perayaan Imlek juga mengenai mitos pelepasan burung pipit. Pelepasan burung pipit tersebut merupakan simbol membuang sial, sehingga dalam menjalani sepanjang tahun baru, diharapkan dapat terwujud kehidupan lebih baik. Biasanya, pelepasan burung pipit dilakukan setelah peribadatan di vihara.
Mitos pelepasan burung pipit memberikan keuntungan tersendiri bagi penjual burung pipit, salah satunya Cece. Cece merupakan pedagang burung pipit yang telah berjualan di Vihara Satyabudhi Bandung, sejak enam tahun lalu. Satu burung pipit ia hargai berkisar seribu rupiah. Biasanya, pengunjung vihara membeli burung pipit hingga puluhan ekor.
Diakui Cece, perayaan imlek tahun ini tidak seramai tahun lalu. Tahun lalu, ia bisa menjual burung hingga 4 ribu ekor. Namun, tahun ini ia baru menjual seribu ekor. Ribuan burung pipit Cece dapatkan dari beberapa daerah, diantaranya Ciwidey dan Cimahi.
(D-004) *** BB edisi 6 bulan Februari 2011
Monday, February 7, 2011
Kriteria Usaha Mikro Kecil dan Menengah
BANDUNG, BB—Banyak pelaku bisnis belum mengerti kriteria usaha yang mereka jalankan. Pada umumnya mereka hanya melakukan bisnis untuk memenuhi kebutuhan nafkah dirinya sendiri dan keluarga. Padahal di negara maju seperti Amerika, Eropa, Jepang, dan China, pelaku usaha mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah. Dorongan terus menerus diberikan pemerintah agar pelaku usaha terus berkarya dan berproduksi dengan target pemenuhan kebutuhan domestik.
Pemahaman pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Bandung tentang teknis kewirausahaan masih rendah, menurut Manajer Badan Promosi Pengelola Keterkaitan Usaha (BPPKU) Kadin Kota Bandung Bambang Tris Bintoro, dari 17.000 UMKM di Kota Bandung baru sekitar 2.400 UMKM yang memahami Kewirausahaan.
Bambang menjelaskan, kriteria dan karakteristik UMKM di Kota Bandung perlu disosialisasikan, ketika BB berkunjung ke ruang kerjanya di Gedung Graha Kadin, Jl. Talaga Bodas, Bandung.
Kriteria Usaha Mikro menurut UU No. 20 tahun 2008 tentang UMKM. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan /atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang itu. Kriteria usaha mikro adalah sebagai berikut : memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300 juta.
Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian, baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar.
Kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut:memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50 juta, paling banyak Rp 500 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300 juta banyak Rp 2,5 miliar
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian, baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
Kriteria usaha menengah: memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500 juta paling banyak Rp 10 miliar, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2,5 miliar paling banyak Rp 50 miliar.
Kekayaan bersih tidak termasuk tanah dan bangunan untuk kriteria usaha mikro adalah Rp 50 juta dengan ikhtisar omset pertahun paling banyak Rp 300 juta. Usaha kecil dari lima puluh juta rupiah paling banyak Rp. 500 juta dengan hasil penjualan pertahun lebih dari Rp 300 juta paling banyak Rp 2,5 iliar. Sedangkan Usaha Menengah lebih dari Rp. 500 juta sampai dengan paling banyak Rp. 10 Milyar dengan hasil penjualan tahunan ( Omset/tahun ) lebih dari Rp. 2,5 Milyar sampai dengan paling banyak Rp. 50 Milyar.
Karakteristik usaha mikro biasanya dilakukan secara informal, tidak memiliki rencana bisnis yang formal. Status legal sering kurang lengkap, bahkan tidak ada. Dilakukan oleh kelompok, yang sebagian besar oleh kelompok perempuan miskin. Barrier to entry (hambatan untuk masuk bisnis ini) nyaris tidak ada.Pertumbuhan usaha lambat.Umumnya multi- usaha.Perputaran usaha relatif cepat. Daya tahan terhadap perubahan lingkungan dan tekanan ekonomi cukup tinggi.
Pertumbuhan aset tidak meningkat secara signifikan. Jumlah tenaga kerja kurang dari empat orang.
Mempunyai administrasi keuangan yang mulai tertata, walaupun masih sederhana. Dijalankan oleh keluarga (tenaga kerja berasal dari anggota keluarga ini, maupun saudara dekat), maupun oleh kelompok. Barrier to entry relatif nyaris tidak ada. Sering berganti jenis usaha. Sebagian besar bersifat multi-usaha. Perputaran usaha relatif cepat. Pertumbuhan usaha tidak mudah meningkat secara signifikan. Jumlah tenaga kerja paling sedikit lima sampai 19 orang.
Usaha menengah memiliki karakteristik seperti skala usaha mulai besar. Telah ada struktur organisasi dan delegasi wewenang untuk pengambilan keputusan. Administrasi keuangan pada umumnya tertib dan mulai akurat. Telah ada pembagian dalam manajemen. Direktur keuangan biasanya mendapat tanggung jawab dalam melakkukan kebijakan pembiayaan perusahaan. Rata-rata memiliki Legalitas. Jumlah tenaga kerjanya kisaran 20 sampai dengan 99 orang atau kurang dari 100 orang. [C-004] *** BISNIS BANDUNG edisi 5 bulan Januari 2011
Pemahaman pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Bandung tentang teknis kewirausahaan masih rendah, menurut Manajer Badan Promosi Pengelola Keterkaitan Usaha (BPPKU) Kadin Kota Bandung Bambang Tris Bintoro, dari 17.000 UMKM di Kota Bandung baru sekitar 2.400 UMKM yang memahami Kewirausahaan.
Bambang menjelaskan, kriteria dan karakteristik UMKM di Kota Bandung perlu disosialisasikan, ketika BB berkunjung ke ruang kerjanya di Gedung Graha Kadin, Jl. Talaga Bodas, Bandung.
Kriteria Usaha Mikro menurut UU No. 20 tahun 2008 tentang UMKM. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan /atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang itu. Kriteria usaha mikro adalah sebagai berikut : memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300 juta.
Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian, baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar.
Kriteria usaha kecil adalah sebagai berikut:memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 50 juta, paling banyak Rp 500 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300 juta banyak Rp 2,5 miliar
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian, baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.
Kriteria usaha menengah: memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 500 juta paling banyak Rp 10 miliar, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2,5 miliar paling banyak Rp 50 miliar.
Kekayaan bersih tidak termasuk tanah dan bangunan untuk kriteria usaha mikro adalah Rp 50 juta dengan ikhtisar omset pertahun paling banyak Rp 300 juta. Usaha kecil dari lima puluh juta rupiah paling banyak Rp. 500 juta dengan hasil penjualan pertahun lebih dari Rp 300 juta paling banyak Rp 2,5 iliar. Sedangkan Usaha Menengah lebih dari Rp. 500 juta sampai dengan paling banyak Rp. 10 Milyar dengan hasil penjualan tahunan ( Omset/tahun ) lebih dari Rp. 2,5 Milyar sampai dengan paling banyak Rp. 50 Milyar.
Karakteristik usaha mikro biasanya dilakukan secara informal, tidak memiliki rencana bisnis yang formal. Status legal sering kurang lengkap, bahkan tidak ada. Dilakukan oleh kelompok, yang sebagian besar oleh kelompok perempuan miskin. Barrier to entry (hambatan untuk masuk bisnis ini) nyaris tidak ada.Pertumbuhan usaha lambat.Umumnya multi- usaha.Perputaran usaha relatif cepat. Daya tahan terhadap perubahan lingkungan dan tekanan ekonomi cukup tinggi.
Pertumbuhan aset tidak meningkat secara signifikan. Jumlah tenaga kerja kurang dari empat orang.
Mempunyai administrasi keuangan yang mulai tertata, walaupun masih sederhana. Dijalankan oleh keluarga (tenaga kerja berasal dari anggota keluarga ini, maupun saudara dekat), maupun oleh kelompok. Barrier to entry relatif nyaris tidak ada. Sering berganti jenis usaha. Sebagian besar bersifat multi-usaha. Perputaran usaha relatif cepat. Pertumbuhan usaha tidak mudah meningkat secara signifikan. Jumlah tenaga kerja paling sedikit lima sampai 19 orang.
Usaha menengah memiliki karakteristik seperti skala usaha mulai besar. Telah ada struktur organisasi dan delegasi wewenang untuk pengambilan keputusan. Administrasi keuangan pada umumnya tertib dan mulai akurat. Telah ada pembagian dalam manajemen. Direktur keuangan biasanya mendapat tanggung jawab dalam melakkukan kebijakan pembiayaan perusahaan. Rata-rata memiliki Legalitas. Jumlah tenaga kerjanya kisaran 20 sampai dengan 99 orang atau kurang dari 100 orang. [C-004] *** BISNIS BANDUNG edisi 5 bulan Januari 2011
Subscribe to:
Posts (Atom)