DIPERKIRAKAN, Indonesia baru akan memasuki era media digital pada tahun 2018. Semua lembaga penyiaran/stasiun televisi saat itu harus sudah bersiaran dengan sistem digital dan meninggalkan sistem analog. Konvergensi teknologi penyiaran tersebut diyakini orang sebagai momentum perubahan zaman. Indonesia akan benar-benar masuk ke alam syber-media.
Pada era itu, manusia tidak lagi membutuhkan kertas sebagai medium atau bahan baku industri komunikasi. Artinya suratkabar tidak dibutuhkan lagi. Namun pertanyaan besarnya, siapkah bangsa Indonesia memasuki era baru itu dalam tenggat waktu kurang dari 10 tahun? Dilihat dari pertumbuhan intelektual, ekonomi, dan industri, bangsa Indonesia masih membutuhkan waktu lebih panjang dari 10 tahun. Masyarakat masih membutuhkan pembelajaran, pendampingan, dan arahan dalam melangkah menuju kehidupan sibernitas atau supramodern tersebut.
Itu berarti, dalam kurun 10 – 20 tahun bahkan mungkin lebih, masyarakat Indonesia masih membutuhkan media cetak. Umur suratkabar, majalah, dan kepustakaan yang menggunakan kertas sebagai mediumnya, diperkirakan masih akan panjang.
Pada satu sisi, memang kita harus prihatrin, Indonesia masih digolongkan orang sebagai negara tengah berkembang. Ciri utamanya, bangsa kita masih menggunakan media cetak sebagai media informasi. Bangsa kita terlambat dalam mengapresiasi keniscayaan datangnya era sibernitas. Namun pada sisi lain, industri media cetak masih memiliki celah untuk tetap eksis. Suratkabar, baik mingguan, harian, maupun majalah masih memiliki lahan usaha yang tetap prospektif.
Media masa cetak dalam masa peralihan memiliki kelemahan yang ditimbulkan beberapa faktor. Antara lain, minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah, bahkan terendah di antara negara kawasan ASEAN. Faktor utama lainnya ialah ekonomi. Daya beli masyarakat yang rendah menjadi kendala sangat besar pertumbuhan sirkulasi suratkabar.
Suratkabar di Indonesia sudah sejak lama tidak bisa hidup dengan mengandalkan pendapatan dari sirkulasi. Biaya produksi suratkabar jauh lebih tinggi dibanding harga jual. Pada dasarnya suratkabar memberi subsidi kepada pembacanya. Sumber pendapatan utama hanyalah kue iklan. Suratkabar tanpa iklan tidak mungkin terbit secara mandiri.
Berkaitan dengan itu, SURATKABAR GRATIS (free newspaper) merupakan pilihan paling tepat. Seperti menonton siaran televisi, masyarakat dapat menonton siaran televise sepuas-puasnya tanpa dipungut bayaran sepeser pun. Begitu pula dengan suratkabar Cuma-Cuma. Masyarakat dapat menyimak informasi dan melakukan komunikasi tinulis tanpa harus membeli atau berlangganan suratkabar.
TUJUAN IDEALISME
1. Menjunjung tinggi Kemerdekaan Pers yang Demokratis berasaskan
Pancasila dan UUD 45
2. Turut memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dalam keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia
3. Menggali potensi ekonomi dan bisnis Bandung dan sekitarnya untuk
sebesar-besarnya kemaslahatan bangsa
No comments:
Post a Comment